menubar

MIS BAREGBEG "Membangun karakter bangsa yang inovatif, kreatif, dan kompetitif" - PPDB MIS BAREGBEG Tahun Pelajaran 2024/2025 Menerima Siswa/i Baru dan Pindahan - KLIK UNTUK MENDAFTAR

Sabtu, 04 Agustus 2018

Download Kitab Fathul Qorib Makna pesantren

Mengenal Kitab Fathul Qorib



Dalam alur sejarah pemikiran Islam pesantren, selain ilmu alat; nahwu dan shorof, fiqh merupakan primadona, di mana hampir setiap saat dan waktu ilmu tersebut dikaji dan diteliti oleh para santri dan bahkan guyonan-guyonan santri seringkali mengambil istilah-istilah fiqh. Ihwal demikian sangatlah dimaklumi mengingat ilmu fiqh berhubungan erat dengan tingkah laku mukkalaf (orang yang terbebani hukum) yang menyangkut persoalan ibadah, mu’amalahjinayah (hukum pidana), siyasah (politik) dan al-akhwal as-syahsiyah (keluarga) dan bahkan dalam nalar keilmuan pesantren tolak ukur kealiman seseorang ditentukan oleh kedalamannya dalam ilmu fiqh. Standarisasi kealiman ini bukanlah tidak beralasan mengingat kata fiqh sendiri sebelum dijadikan sebagai kedisiplinan ilmu lebih berorientasi pada orang yang paham akan agama, di mana siapapun yang paham dengan agama akan disebut faqih. Inilah yang dapat dipahami dari karya monumentalnya Imam Hanafi yang diberi judul Fiqh al-Kabir.  
Atas dasar itulah, kajian tentang fiqh banyak dilakukan oleh para ulama dari mulai yang sangat sederhana kajiannya sampai yang sangat dalam. Di antara kitab-kitab fiqih yang biasa dikaji di pesantren adalah Safinah an-Najah, Sulam at-Taufiq karya Syeikh Nawawi al-Bantani, fathul muin karya Syeikh Zainuddin murid dari Ibnu Hajar al-al-Haitami dan kitab Fathul Qorib. Kitab yang disebut terakhir ini ditulis oleh Syeikh Abu Syuja (433-539 H) seorang ahli fiqh abad empat Hijriyyah yang bermadzhab Syafi’i.
Dalam kitabnya, Abu Syuja menjelaskan latar belakang disusunnya kitab tersebut yaitu merupakan respon dirinya atas permintaan sahabat dan santri-santrinya yang menghendaki beliau menulis kitab fiqh madzhab Syafi-i dalam rangka memberikan kemudahan bagi para pengkaji yang masih pemula, sebagaimana harapan beliau dalam memberikan nama kitab tersebut dengan judul fathul qorib.
Kitab fathul qorib sendiri secara populer disebut dengan ghoyatul mukhtasar dan nihayatul mukhtasar (paling sempurnanya ringkasan). Hal ini dikarenakan muatan isi kajiannya, di mana kitab yang sangat sederhana ini tidak hanya mengkaji persolan ubudiyah yang sifatnyamakhdoh tetapi mengkaji berbagai persoalan fiqh. Inilah yang membedakannya dengan kitab-kitab fiqh yang kecil lainnya. Meski dalam sistematika pembahasannya syiekh Abu Syuja tidak berbeda dengan kitab-kitab fiqh lainnya.
Syeikh Abu Syuja terlebih dahulu menjelaskan tentang thoharoh sebelum kemudian secara terperinci dan konprehensif (menyeluruh) membahas persoalan yang berkaitan dengan ibadah, muamalah, al-akhwal as-syahsiyah, jinayah dan siyasah. Sistematika ini sangatlah beralasan mengingat thoharoh menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi setiap mukkalaf dalam menjalankan ibadah yang berhubungan dengan sang kholik sehingga logikanya sebelum beribadah maka seorang muslim harus tahu terlebih dahulu bagaimana caranya bersuci karena bersuci termasuk syarat dari ibadah yang berarti sah dan tidaknya ibadah seseorang bergantung pada benar dan tidaknya bersuci.
Meski Syeikh Abu Syuja memulai dengan thoharoh dan banyak memuat kajian tentang ibadah makhdoh bukan berarti yang lainnya tidak penting, semua yang dikaji di dalam kitab ini menjadi penting semuanya untuk dikaji termasuk yang berkaitan dengan jual beli (buyu’), gadai menggadai (al-Rahnu), pinjam meminjam (Isti’arah), kerjasama kerja dan harta (Syirkah), dan persoalan muamalah dan hukum perdata lainya yang menyangkut fiqh munakahat, faroid, dan hukum pidana (jinayah), politik (siyasah) serta bahkan dengan persoalan perbudakan. Persoalan ini dianggap penting karena berkaitan dengan tata nilai sosial dalam menjamin hak hidup sebagai makhluk Allah.
Dalam menentukan hak hidup makhluk, Imam al-Ghazali berkomentar bahwa struktur sosial yang tidak dibangun dengan limaprinsip kemanusiaan maka akan mengalami kehancuran. Lima prinsip itu adalah; hifdzu ad-din (menjaga agama/menjamin kebebasan beragama), hifdzu ‘aql (menjaga akal/menjamin kebebasan berfikir), hifdzu an-mal (menjaga kekayaan/menjamin kekayaan), hifdzu an-nafs(menjaga jiwa/menjamin hak hidup) dan hifdzu an-nasl (menjaga keturunan). Oleh Imam as-Syatibi lima prinsip ini dikenal dengan istilahmaqasid as-syari’ah (tujuan dari agama).
Untuk menciptakan lima prinsip tersebut maka sudah selayaknya orang Islam mengkaji berbagai literatur klasik yang satu di antaranya adalah kitab fathul qorib. Semoga Allah memberikan ampunan dan kasih sayang-Nya atas syeikh Abu Syuja dan juga semoga Allah membuka hati semua orang yang mengkaji kitabnya sehingga menjadi bermanfaat. Amien
Silahkan Klik  
Add caption

Tidak ada komentar:

Posting Komentar