menubar

MIS BAREGBEG "Membangun karakter bangsa yang inovatif, kreatif, dan kompetitif" - PPDB MIS BAREGBEG Tahun Pelajaran 2024/2025 Menerima Siswa/i Baru dan Pindahan - KLIK UNTUK MENDAFTAR
Tampilkan postingan dengan label doa dan dzikir. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label doa dan dzikir. Tampilkan semua postingan

Rabu, 13 Juni 2018

SHOLAWAT HIJAB

SHOLAWAT HIJAB (ASY-SYEKH MUHAMMAD TAQIYUDDIN AL-HANBALI AD-DAMSYIQI)

اَللّٓهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ، صَلاَةً تَكُوْنُ لَنَا عَلٰى اللّٰهِ بَابًا مَشْهُوْدًا وَعَنْ اَعْدَائِهٖ حِجَابًا مَسْدُوْدًا وَ عَلٰى آلِهٖ وَصَحْبِهٖ وَ سَلِّمْ
.
Allohumma sholli 'alaa sayyidinaa Muhammadin , sholaatan takuunu lanaa 'alallohi baaban masyhuudan wa 'an a'daa-ihii hijaaban masduudan wa 'alaa aalihii wa shohbihii wa sallim.

Artinya:
Ya Allah, limpahkanlah sholawat dan salam kepada SAYYIDINAA MUHAMMAD, KELUARGA dan para sahabat nya dengan sholawat yang menjadi pintu yang di saksikan bagi kami di sisi Allah, dan yang menjadi tirai yang tertutup dari musuh-musuhnya.

Di wirid 11x , setelah shalat subuh dan maghrib selama 41 hari
Fadhilah :
- atas izin Allah membuka hijab ghoib
- pembuka pintu rejeki
- terkabul segala hajat
Cara menggunakan, baca:
- al - fatihah 1 ×
- istighfar 1 ×
- sholawatnya 3 ×
- al ikhlas 3 ×
- apa tujuan kita, minta kepada Allah SWT.
1- Barangsiapa yang ingin mudah membayar hutang, bacalah dengan istiqomah sholawat tsb 100× di tengah malam selama 100 hari, insya-Allah akan cepat mampu membayar hutang.
2- Jika kalian di jauhi masyarakat, maka perbanyaklah membaca sholawat ini di waktu malam. Insya-Allah masyarakat tsb akan mengasihimu.
3- Jika kalian punya urusan kepada seseorang, maka bacalah sholawat tsb 21× tiap lepas sholat fardlu. Insya-Allah kalian di selamatkan dari urusan tsb.
SHOLAWAT SEBAGAI PEMBUKA HIJAB.
Shalawat Nabi, menjadi salah satu tawasshul bagi perjalanan ruhani. Getaran bibir dan detak jantung akan senantiasa membumbung ke alam Samawat (alam ruhani), ketika nama Muhammad SAW disebutnya. Karena itu, mereka yang hendak menuju kepada Allah (wushul) peran Shalawat menjadi penting sebagai pendampingnya, karena keparipurnaan Nabi itu menjadi jaminan bagi siapa pun yang hendak bertemu dengan Yang Maha Paripurna (Sesungguhnya pada diri Rasul itu terdapat Suri Tauladan).
Tentu, tidak sederhana, menyelami keagungan Shalawat Nabi. Karena setiap kata dan huruf dalam shalawat yang kita ucapkan mengandung atmosfir ruhani yang sangat dahsyat.
Kedahsyatan itu, tentu, karena posisi Nabi Muhammad SAW, sebagai hamba Allah, Nabiyullah, Rasulullah, Kekasih Allah dan Cahaya Allah. Dan semesta raya ini diciptakan dari Nur Muhammad, sehingga setiap ‘detak huruf’ dalam Sholawat pasti mengandung elemen metafisik yang luar biasa.
Untuk menuai mutiara dan kedalaman rahasia shalawat silahkan dengan bacaan shalawat yang dikuasai. Yang lebih utama ialalah hadirnya hati dan tafakur qolbi mensifati keagungan Allah SWT dan Kebesaran Nabi Muhammad SAW. Mentartilkan bacaannya dan tidak tergesa-gesa.
Beliau adalah al-Musthafa sebagai “Orang yang terpilih” diantara semua makhluk, sehingga keutamaan Nabi Muhammad SAW melebihi malaikat dan alam semesta di sisi Allah.
Raihlah ridlo-Nya dengan keutamaan Shalawat, jika tirai hijab dan kasyaf telah sedikit tersingkap maka percikan ilmu Allah yang akan mencarimu, menetesi ruang ruang di qolbumu sampai yg terdalam, disana akan tersingkap semua rahasia ilmu yg kau cari.
Syeikh Abdul Qadir al-Jilani,
“Cermin hati kamu itu telah ditakdirkan untuk memancarkan cahaya rahasia-rahasia Ilahi”
Ketika hijab kegelapan telah tersingkap, maka cahaya ketuhanan (anwarul Ilahiyah) akan menerobos serta menerangi hati. Dan nyatalah rahasia-rahasia ketuhanan melalui penglihatan mata hati (bashiratul qalb). Caranya dengan menyingkirkan segala prasangka dari dalam hati dan pikiran, dengan cara syuhud. Yakni memandang ke-esa-an wujud Allah melalui basyiratul qalbi (mata hati).
Pengertian syuhud sebagai Basyiratul qalbi (pandangan mata hati) seperti kaidah yang tertera dalam kitab Addurun Nafis: ‘SYUHUUDUL KATSIRAH FILWAHDAH, SYUHUUDUL WAHDAH FILKATSIIRAH’
“Pandang yang banyak pada yang satu dan pandang yang satu pada yang banyak”. Sampai menemukan keyakinan dan pandangan yang benar, andai diungkapkan dalam bentuk kata-kata, maka lahirlah: Aku tidak melihat sesuatu, melainkan aku melihat Allah padanya, tidak aku melihat sesuatu melainkan aku melihat Allah sertanya, tidak aku melihat sesuatu melainkan aku melihat Allah sebelumnya, tidak aku melihat sesuatu melainkan aku melihat Allah Sesudahnya. Itulah kunci-kunci penyibak hijab.
Kunci-kunci tersebut harus dipraktekkan dengan landasan pemahaman tentang tauhidul af’al, tauhidul asma, tauhidus sifat dan tauhidu dzat (esa perbuatan, nama, sifat dan dzat Allah). Inilah yang menjadi tonggak keyakinan, untuk memandang setiap kejadian di alam semesta pada hakikatnya perbuatan Allah, setiap nama hakikatnya nama Allah, setiap sifat hakikatnya sifat Allah dan setiap dzat hakikatnya adalah dzat Allah.
Al-Junayd r.a. berkata, “Seseorang tidak akan sampai kepada Allah kecuali melalui Allah. Jalan untuk sampai kepada Allah adalah mengikuti al-Mushthafa SAW”. Dalam Al-Qur’an sendiri terdapat ayat yang berbunyi “..Sesungguhnya pada diri Rasulullah terdapat Uswatun Hasanah atau Contoh yang baik..”
Akhirnya Semoga Allah memudahkan kita semua dalam meneladani Rosulullah SAW dalam kehidupan kita ini… Amin.
SHALAWAT bentuk jamak dari kata salla atau salat yang berarti: doa, keberkahan, kemuliaan, kesejahteraan, dan ibadah.
Arti bershalawat dapat dilihat dari pelakunya.
Jika shalawat itu datangnya dari Allah Swt. berarti memberi rahmat kepada makhluk.
Sholawat dari malaikat berarti memberikan ampunan. Sedangkan shalawat dari orang-orang mukmin berarti suatu doa agar Allah Swt. memberi rahmat dan kesejahteraan kepada Nabi Muhammad Saw. dan keluarganya.
Sholawat Nabi, merupakan syari’at sekaligus mengandung hakikat. Disebut syari’at karena Allah SWT, memerintah kan kepada para hamba-Nya yang beriman, agar memohon kan Sholawat dan Salam kepada Nabi. Dalam Firman-Nya: “Sesungguhnya Allah dan para MalaikatNya senantiasa bershalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang beriman bershalawatlah kepada Nabi dan mohonkan salam baginya.” (QS. 33: 56)
Suatu hari Rasulullah SAW, datang dengan wajah tampak berseri-seri, dan bersabda: “Malaikat Jibril datang kepadaku sambil berkata, “Sangat menyenangkan untuk engkau ketahui wahai Muhammad, bahwa untuk satu shalawat dari seseorang umatmu akan kuimbangi dengan sepuluh doa baginya.” Dan sepuluh salam bagiku akan kubalas dengan sepuluh salam baginya.” (HR.an-Nasa’i)
Sabda Rasulullah SAW: “Kalau orang bershalawat kepadaku, maka malaikat juga akan mendoakan keselamatan yang sama baginya, untuk itu hendaknya dilakukan, meski sedikit atau banyak.” (HR. Ibnu Majah dan Thabrani).
Sabda Nabi SAW, “Manusia yang paling uatama bagiku adalah yang paling banyak shalawatnya.” (HR. at-Tirmidzi)
Pada hadits yang lain yang diriwayatkan oleh Ahmad, Nasai dan Hakim, Rosulullah SAW bersabda, Barang siapa membaca shalawat untukku sekali, maka Allah membalas shalawat untuknya sepuluh kali dan menanggalkan sepuluh kesalahan darinya dan meninggikannya sepuluh derajat . Yang berkaitan dengan urusan kekuatan batin, terdapat dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Najjar dan Jabir, Barangsiapa bershalawat kepadaku dalam satu hari seratus kali, maka Allah SWT memenuhi seratus hajatnya, tujuh puluh daripadanya untuk kepentingan akhiratnya dan tiga puluh lagi untuk kepentingan dunianya .
Bersholawat dan bersalam yang berarti mendo'akan beliau, adalah bentuk lain dari proses kita menuju jati diri kehambaan yang hakiki di hadapan Allah, melalui “titik pusat gravitasi” ruhani, yaitu Muhammad Rasulullah SAW. Nabi Muhammad SAW, adalah manusia paripurna. Segala doa dan upaya untuk mencintainya, berarti kembali kepada orang yang mendoakan, tanpa reserve.
Ibarat gelas yang sudah penuh air, jika kita tuangkan air pada gelas tersebut, pasti tumpah. Tumpahan itulah kembali pada diri kita, tumpahan Rahmat dan Anugerah-Nya melalui gelas piala Kekasih-Nya, Muhammad SAW. Shalawat Nabi mengandung syafa’at dunia dan akhirat. Semata karena filosofi Kecintaan Ilahi kepada Kekasih-Nya itu, meruntuhkan Amarah-Nya. Sebagaimana dalam hadits Qudsi, “Sesungguhnya Rahmat-Ku, mengalahkan Amarah-Ku.” Siksaan Allah tidak akan turun pada ahli Shalawat Nabi, karena kandungan kebajikannya yang begitu par-exellent.
Muhammad, sebagai nama dan predikat, bukan sekadar lambang dari sifat-sifat terpuji, tetapi mengandung fakta tersembunyi yang universal, yang ada dalam Jiwa Muhammad SAW. Dan dialah sentral satelit ruhani yang menghubungkan hamba-hamba Allah dengan Allah. Karena sebuah penghargaan Cinta yang agung, tidak akan memiliki nilai Cinta yang hakiki manakala, estetika di balik Cinta itu, hilang begitu saja. Estetika Cinta Ilahi, justru tercermin dalam Keagungan-Nya, dan Keagungan itu ada di balik desah doa yang disampaikan hamba-hamba-Nya buat Kekasih-Nya. Wallahu A’lam.
Saya mendapat ijazah sholawat ini pertama kali ketika saya masih kelas 2-3 Ibtidaiyah (SD) dari salah satu guru saya untuk berbagai keperluan, bagi yang ingin mengamalkan untuk kebaikan silahkan di istiqomahkan, semoga ALLAH meridloi dan mengabulkan segala permohonan kita semua, aamiin.
*Tulisan telah di koreksi dan di perbaiki.!

SHOLAWAT BIRRUL WALIDAIN

SHOLAWAT BIRRUL WALIDAIN

اللهم صل علي سيدنا محمد صلاة تؤدي بها عنا حقوق الوالدين واجعلنا ببركتهما من سعداء الدارين وعلي اله وصحبه وسلم

Allahumma Sholli 'ala sayyidinaa Muhammadin sholaatan tu'addii bihaa 'annaa huquuqil waalidain waj'alnaa bibarkatihimaa min su'adaa'iddaaroin wa 'ala aalihi wa shohbihi wasallim

(Dari alhabib Abdurrahman bin ahmad bin Abdullah alkaf tarim 1320 h - 1420 h dlm kitab dzikirnya roudhol althof)

Makna sholawat diatas adalah bertawassul kpd sholawat utk mendapatkan kan kebahagiaan dunia akhirat dgn meminta keberkahan dari orgtua kita sendiri... Brgsiapa yg melanggengkan bacaan sholawat tsb maka allah akan menjamin hidup kita bahagi didunia dan mendptkan semua kemudahan didunia, mengangkat segala kesulitan didunia, dan allah akan mengampuni kedua orgtua kita dan akan dikumpulkan orgtua kita bersama kita di surga bersama nabi saw.... Krn sholawat tsb adalah sholawat yg mulia sbg perantara mendptkan ridho ilahi krn merupakan amalan yg menjdkan kita sbg anak yg berbakti kpd orgtua... Maka dari itu amalkanlah bacaan sholawat tsb diwaktu selesai sholat subuh dan sebelum maghrib minimal 3 kali lebih banyak dari itu lebih baik..... Ini sholawat mrpkan pengankatan derajat kita dan orgtua kita disisi allah swt

SHOLAWAT FULUUS

SHOLAWAT FULUUS (uang) 1

ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻭَﺳَﻠِّﻢْ ﻭَﺑَﺎﺭِﻙْ ﻋَﻠَﻰ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﺍْﻟﻤَﺒْﻌُﻮْﺙِ ﺻَﻼَﺓً ﺗُﺠِﻌُﻠِﻲ ﺑِﻬَﺎ ﻣِﻦَ ﺍْﻻَﻣْﻮَﺍﻝِ ﻭَﺍْﻟﻤَﺮْﻛُﻮْﺏِ ﻭَﺍْﻟﻤَﻄْﻌُﻮْﻡِ ﻭَﺍْﻟﻤَﻠْﺒُﻮْﺱِ ﻭَﺍْﻟﻔُﻠُﻮْﺱِ ﻟِﻜُﻞِّ ﺍﻟﻄَّﺮِﻳْﻖِ ﻭَﺍْﻟﺠُﺮُﻭْﺱِ ﻓِﻲ ﺍْﻟﻘِﻴَﺎﻡِ ﻭَﺍْﻟﺠُﻠُﻮْﺱِ ﻭَﻋَﻠﻰَ ﺁﻟـِﻪِ ﻭَﺻَﺤْﺒِﻪِ ﺑِﻌَﺪَﺩِ ﺃَﻧْﻮَﺍﻉٍ ﺍﻟﻨَّﻔَﺲِ ﻭَ ﺍﻟﻨُﻔُﻮْﺱِ ﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻚَ ﻳَﺎ ﺍَﺭْﺣَﻢَ ﺍﻟﺮَﺍﺣِﻤِﻴْﻦَ.

Allahumma sholli wa sallim wa baarik ‘alaa Sayyidinaa Muhammadinil mab’uutsi, sholaatan tuji‘ulii bihaa minal amwaali wal markuubi, wal math’uumi wal malbuusi, wal-fuluusi, li kullith thoriiqi wal juruusi, fil qiyaami wal julusi, wa ‘alaa aalihi wa shohbihi bi ‘adaadi anwaa’in-nafasi wan nufuusi, birohmatika ya arhamar roohimin.

Artinya :
Ya Allah, limpahkanlah rahmat, keselamatan dan keberkahan kepada junjungan kami Nabi Muhammad saww. yang diutus, dengan sholawat yang dapat mendatangkan/menjadikan dengannya kepada saya kekayaan/harta, kendaraan, makanan, pakaian, dan uang, dari tiap-tiap jalan (usaha) dan perkataan, dalam keadaan berdiri dan duduk, dan sampaikan juga sholawat atas keluarga Nabi Muhammad saww. dan sahabatnya dengan sebanyak macam bilangan nafas dan jiwa-jiwa manusia, dengan rahmat (pertolongan)-Mu ya Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Keterangan:
Alfaqir (Habib Muhammad Shulfi bin Abu Nawar Al ‘Aydrus) ijazahkan shalawat Fulus tersebut diatas bagi siapa saja yang mau mengamalkannya, Shalawat tersebut dibaca semampunya, sebanyak mungkin, boleh dibaca sehabis sholat, atau saat senggang, atau dibaca di malam hari, kalau dapat dibaca 11x setiap habis shalat lima waktu, tetapi yang lebih utama dibaca 100x dalam sehari semalamnya.

Mujiz Suhairi

Bacaan Istighosah NU dan Faidahnya

Bismillah, untuk mengawali website ini. Admin santri akan berbagi Teks Bacaan Istighosah NU dan Faidahnya dengan mengharap berkah dan ridlo Allah SWT.
Istighosah merupakan salah satu amaliyah spiritual yang sangat bermanfaat bagi pembacanya. Istighosah berarti usaha meminta / mengharap bantuankepada Allah SWT atas hajat atau kebutuhan manusia. Dengan membaca ayat-ayat Al Quran dan Asma Allah yang dirangkum khusus oleh  muallif nya, yang mengandung asror
Selain faidah-faidah yang ada didalam bacaan tersebut, istighosah juga dapat menjadi salah satu thoriqoh ketenangan jiwa seseorang dalam usaha mendekatkan diri kepada sang pencipta.
logo nahdlatul ulama nu
Berikut Bacaan Istighosah NU beserta faidahnya:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
الفَاتِحَة x1
أسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ x3
لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ x3
أللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ x3
لَا إلهَ إلَّا أنْتَ سُبْحَانَكَ إنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ x40
يَا اَللهُ يَا قَدِيْمُ x33
يَا سَمِيْعُ يَا بَصِيْرُ x33
يَا مُبْدِعُ يَا خَالِقُ x33
يَا حَفِيْظُ يَا نَصِيْرُ يَا وَكِيْلُ ياَ اللهُ x33
يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أسْتَغِيْثُ x33
يَا لَطِيْفُ x41
أسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ إنَّهُ كَانَ غَفَّارًا x33
أللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ قَدْ ضَاقَتْ حِيْلَتِي أدْرِكْنِي يَا اَللهُ x3
للّهُمَّ صَلِّ صَلَاةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلَامًا تَامًّا عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ الّذِي تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِمِ وَيُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ فِيْ كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ x1
يَا بَدِيْعُ x41
حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ x33
يس x1
اللهُ أكْبَرُ يَا رَبَّنَا وَإلَهَنَا وَسَيِّدَنَا أنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ x3
حَصَّنْتُكُمْ بِالْحَيِّ الْقَيُّوْمِ الَّذِيْ لَا يَمُوْتُ أَبَدًا وَدَفَعْتُ عَنْكُمُ السُّوْءَ بِألْفِ ألْفِ ألْفِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إلَّا بِا للهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ x3
الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أنْعَمَ عَلَيْنَا وَهَدَانَا عَلَى دِيْنِ الإسْلَامِ x3
ِسْمِ اللهِ مَاشَاءَ اللهُ لَا يَسُوْقُ الْخَيْرَ إلَّا اللهِ بِسْمِ اللهِ مَاشَاءَ اللهُ لَا يَصْرِفُ السُّوْءَ إلَّا اللهُ بِسْمِ اللهِ مَاشَاءَ اللهُ مَا كَانَ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللهِ بِسْمِ اللهِ مَاشَاءَ اللهُ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إلَّا بِا للهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ x3
سَألْتُكَ يَا غَفَّارُ عَفْوًا وَتَوْبَةً وَبِالْقَهْرِ يَا قَهَّارُ خُذْ مَنْ تَحَيَّلَا x3
يَا جَبَّارُ يَا قَهَّارُ يَا ذَا الْبَطْشِ الشَّدِيْدِ خُذْ حَقَّنَا وَحَقَّ الْمُسْلِمِيْنَ مِمَّنْ ظَلَمَنَا وَالْمُسْلِمِيْنَ وَتَعَدَّى عَلَيْنَا وَعَلَى الْمُسْلِمِيْنَ x3
الفَاتِحَة x1
التَّهْلِيْل
الدُّعَاء
Diantara faidah-faidahnya sebagai berikut:
  1. Mendapat ketenangan jiwa
  2. Terkabulnya hajat
  3. Selamat dari gangguang lahir dan batin
Demikianlah Bacaan Istighosah NU dan Faidahnya semoga bermanfaat. Amin

Dalil Kirim bacaan al Qur’an kepada ahli kubur

Kirim bacaan al quran kepada ahli kubur, sampai atau tidak ?? Bagaimana Pendapat para Ulama mengenai kirim bacaan al Quran kepada ahli kubur?? itu pertanyaan yang paling pas.
Namun karena dipicu oleh sentimen dan kebencian yang terlalu dalam, sehingga hal yang seharusnya tidak bermasalah, disetting menjadi sesuatu yang seolah-olah besar. padahal masih khilafiyyah.



Sampai atau Tidak Sampai, Bukan Boleh atau Tidak Boleh Memang ada juga yang nyinyir, ketika membahas sampai tidaknya pahala bacaan al-Qur’an perspektif Imam Syafi’i. Dengan menyebutkan; “katanya ikut madzhab Syafi’i, tapi kenapa tak ikut Imam as-Syafi’i (w. 204 H)?”
Agak susah sebenarnya melacak langsung pernyataan Imam as-Syafi’i (w. 204 H), tentang bacaan al-Quran yang dihadiahkan pahalanya kepada mayit itu muthlak tidak sampai, maksudnya dengan keadaan apapun.
Biasanya kebanyakan mengambil dari pernyataan Ibnu Katsir ad-Dimasyqi (w. 774 H) dalam tafsirnya; Tafsir al-Quran al-Adzim, h. 7/ 465, serta pernyataan Imam an-Nawawi (w. 676 H), bahwa yang masyhur dari madzhab as-Syafi’i adalah tidak sampai.
فالمشهور من مذهب الشافعي وجماعة أنه لا يصل
Pendapat yang masyhur dari Madzhab Syafi’i dan beberapa jamaah adalah tidak sampai (Pahala bacaan al-Qur’an) (Yahya bin Syaraf an-Nawawi w. 676 H, al-Adzkar, h. 278).

Pernyataan Imam Syafi’i

Ada beberapa catatan terkait pernyataan Imam as-Syafi’i (w. 204 H), yang sering dinukil oleh mereka yang menyatakan tidak sampainya bacaan al Qur’an ini.
Pertama, pernyataan tak sampainya bacaan al-Quran kepada mayyit dengan keadaan apapun, dari Imam as-Syafi’i ini secara jelas susah dilacak, kalaupun ada ini adalah pendapat yang masyhur dari madzhab as-Syafi’i.
Terlebih ini adalah pernyataan yang sepotong. Apakah dalam semua keadaan, bacaan al-Qur’an kepada mayyit itu tidak sampai, atau ada syarat khusus dan kriteria tertentu agar bisa bermanfaat kepada mayyit.
Karena Imam as-Syafi’i (w. 204 H) pernah juga menyatakan sendiri dalam kitabnya al-Umm:
وأحب لو قرئ عند القبر، ودعي للميت
“Saya menyukai jika dibacakan al-Quran di kuburnya, dan juga didoakan.” (Imam Muhammad bin Idris as-Syafi’i w. 204 H, al-Umm, h. 1/ 322)
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Imam an-Nawawi (w. 676 H):
قال الشافعي رحمه الله: ويستحب أن يقرأ عنده شيء من القرآن، وإن ختموا القرآن عنده كان حسنا
Imam as-Syafi’i (w. 204 H) mengatakan: Disunnahkan membaca al-Qur’an kepada mayit yang telah di kubur. Jika sampai khatam al-Qur’an, maka itu lebih baik. (Yahya bin Syaraf an-Nawawi w. 676 H, Riyadh as-Shalihin, h. 295)

Pertanyaannya?

Jika dikatakan menurut Imam as-Syafi’i (w. 204 H) muthlak tidak sampai dalam keadaan apapun, kenapa Imam as-Syafi’i (w. 204 H) malah menganjurkan mengkhatamkan al-Qur’an kepada mayit setelah di kuburkan? Atau dengan bahasa lain, Imam as-Syafi’i (w. 204 H) malah menganjurkan khataman al-Qur’an di kuburan.

Catatan penting:

Imam as-Syafi’i (w. 204 H) tak pernah menyatakan bahwa menghadiahkan pahala bacaan al-Quran kepada mayyit itu bid’ah yang sesat.
Imam as-Syafi’i (w. 204 H) juga tak pernah menyatakan bahwa membaca al-Quran di kuburan itu bid’ah.
Beda dengan yang mengaku mengikuti Imam as-Syafi’i (w. 204 H) dalam hal tak sampainya bacaan saja. Tetapi giliran menjelaskan hukum membaca al-Qur’an di kuburan, malah membid’ah-bid’ahkan.

Pernyataan Ulama madzhab Syafi’i

Syeikh Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Harun al-Khallal al-Baghdadi (w. 311 H) mempunyai kitab khusus terkait membaca al-Quran di kuburan. Kitab itu berjudul: al-Qiraah Inda al-Qubur.
Beliau menukil pernyataan Imam as-Syafi’i (w. 204 H) dari Hasan bin as-Shabbah az-Za’farani (w. 260 H); salah seorang murid Imam as-Syafi’i (w. 204 H) dan guru dari sekian banyak Muhaddits, seperti Imam al-Bukhari, Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Huzaimah. (ad-Dzahabi w. 748, Siyar A’lam an-Nubala’, h. 12/ 262).
Disebutkan dalam kitab al-Qira’ah Inda al-Qubur:
أخبرني روح بن الفرج، قال: سمعت الحسن بن الصباح الزعفراني، يقول: سألت الشافعي عن القراءة عند القبر فقال: لا بأس به
al-Hasan bin as-Shabbah az-Za’farani (w. 260 H) bertanya kepada Imam as-Syafi’i tentang membaca al-Qur’an di kuburan. Beliau menjawab: Iya, tidak apa-apa (Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Harun al-Khallal al-Baghdadi w. 311 H, al-Qiraah inda al-Qubur, h. 89)
Kedua, tentu yang lebih paham tentang fiqih Syafi’i adalah para ulama asli madzhab as-Syafi’I, bukan ulama dari non Syafi’iyyah pastinya. Karena sangat rentan mutilasi pernyataan atau kesalahan dalam memahami perkataan.
Syaikh al-Islam Zakaria Al-Anshari as-Syafi’i (w. 926 H) dan Ibnu Hajar Al-Haitami as-Syafi’i (w. 974 H), sebagai ulama dalam madzhab as-Syafi’i menyimpulkan bahwa, maksud bacaan al-Quran itu tidak sampai, jika tidak diniatkan atau tidak dibacakan di hadapan si mayit. (lihat: Syaikh al-Islam Zakaria al-Anshori w. 926 H, Fath al-Wahhab, h. 2/ 23, dan Ibnu Hajar Al-Haitami w. 974 H, Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubro, 2/ 27).
Ketiga, ini yang terpenting. Memang masalah ini menjadi perbedaan diantara para ulama sejak dahulu. Hanya saja perbedaan mereka terkait, “Sampai atau tidak”, bukan pada “Boleh atau tidak boleh” atau “Ada tuntunannya atau tidak” atau “Rasulullah melakukannya atau tidak”.
Sebenarnya ikhtilaf ini bisa menjadi mudah, jika masih dalam tataran sampai atau tidak sampai. Bagi yang mengikuti ulama yang menyatakan sampai, ya silahkan dilanjutkan, yang menyatakan tidak sampai ya, sudah tak usah mengamalkan. Simpel kan?

Pernyataan Ulama Hanbali

Jika memahami fiqih Syafi’i harusnya dari ulama Syafi’iyyah, tentu hal yang sama juga dalam memahami fiqih Hanbali.
Termasuk jika ada yang mengatakan, “Katanya ikut madzhab Syafi’i, tapi kenapa tak ikut Imam as-Syafi’i (w. 204 H)?”, silahkan balas saja; “Katanya ikut madzhab Hanbali, tapi kenapa tak ikut Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H)?”
Hampir semua ulama Madzhab Hanbali yang mu’tamad, menyatakan sampainya kiriman pahala bacaan al-Qur’an kepada mayyit, termasuk Surat al-Fatihah.
Mana dalilnya? Kalau mau tau, silahkan tanya ulama dibawah ini:

Pernyataan Pendapat Imam Hanbali

Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H): Bacalah Surat al-Fatihah Saat ke Kuburan
Abu Bakar Al-Marrudzi al-Hanbali (w. 275 H); salah seorang murid terdekat Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H) pernah mendengar sendiri Imam Ahmad berkata:
قال المروذي: سمعت أحمد يقول: إذا دخلتم المقابر فاقرءوا بفاتحة الكتاب والمعوذتين، وقل هو الله أحد، واجعلوا ثواب ذلك إلى أهل المقابر؛ فإنه يصل إليهم، وكانت هكذا عادة الأنصار في التردد إلى موتاهم؛ يقرءون القرآن.
Saya (al-Marrudzi) pernah mendengar Imam Ahmad bin Hanbal berkata: Jika kalian masuk ke kuburan, maka bacalah Surat al-Fatihah, al-Muawwidzatain dan al-Ikhlas. Lantas jadikanlah pahala bacaan itu untuk ahli kubur, maka hal itu akan sampai ke mereka. Dan inilah kebiasaan kaum Anshar ketika datang ke orang-orang yang telah wafat, mereka membaca al-Qur’an. (Mushtafa bin Saad al-Hanbali w. 1243 H, Mathalib Ulin Nuha, h. / 935)

Pelajaran dari Pernyataan diatas :

Pertama, Membaca Surat al-Fatihah kepada mayyit itu dianjurkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H).
Kedua, Membaca al-Qur’an di kuburan itu bukan hal yang dilarang, bahkan ini perbuatan para kaum Anshar. Paling tidak, ini menurut Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H).
Hal itu bisa kita temukan di kitab Mathalib Ulin Nuha, karangan Mushtafa bin Saad al-Hanbali (w. 1243 H). Beliau seorang ulama madzhab Hanbali kontemporer, seorang mufti madzhab Hanbali di Damaskus sejak tahun 1212 H sampai wafat.
Kitab Mathalib Ulin Nuha itu sendiri adalah syarah atau penjelas dari kitab Ghayat al-Muntaha karya Syeikh Mar’i bin Yusuf al-Karmi (w. 1033 H). (Khairuddin az-Zirikly w. 1396 H, al-A’lam, h. 7/ 234)
Kitab Ghayat al-Muntaha karya Syeikh Mar’i bin Yusuf (w. 1033 H) ini juga banyak mengambil dari 2 kitab ulama Hanbali sebelumnya; al-Iqna’ li Thalib al-Intiqa’ karya Musa bin Ahmad Abu an-Naja al-Hajawi (w. 968 H) dan Muntaha al-Iradat karya Taqiyuddin Ibn an-Najjar al-Futuhi (w. 972 H).
Artinya Kitab Mathalib Ulin Nuha diatas, secara sanad keilmuan fiqih Hanbali, bisa dipertanggungjawabkan silsilah sanadnya.

Pernyataan Ibnu Taimiyyah

Syaikh Ibnu Taimiyah (w. 728 H): Yang Benar Adalah Semua Pahalanya Sampai, Bahkan Termasuk Shalat
Ibnu Taimiyyah al-Hanbali (w. 728 H) memang disatu sisi menjadi panutan utama beberapa kalangan yang membid’ahkan pengiriman pahala bacaan al-Qur’an.
Hanya dalam kaitan pengiriman pahala bacaan al-Qur’an ini, Fatwa Ibnu Taimiyyah (w. 728 H) tak begitu dihiraukan.
Syaikh Ibnu Taimiyah berkata di dalam kitab Majmu’ Al-Fatawa juz 24 halaman 367 :
وأما القراءة والصدقة وغيرهما من أعمال البر فلا نزاع بين علماء السنة والجماعة في وصول ثواب العبادات المالية كالصدقة والعتق كما يصل إليه أيضا الدعاء والاستغفار والصلاة عليه صلاة الجنازة والدعاء عند قبره. وتنازعوا في وصول الأعمال البدنية: كالصوم والصلاة والقراءة. والصواب أن الجميع يصل إليه
Adapun bacaan Al-Quran, shodaqoh dan ibadah lainnya termasuk perbuatan yang baik dan tidak ada pertentangan dikalangan ulama ahli sunnah wal jamaah bahwa sampainya pahala ibadah maliyah seperti shodaqoh dan membebaskan budak.
Begitu juga dengan doa, istighfar, sholat dan doa di kuburan. Akan tetapi para ulama berbeda pendapat tentang sampai atau tidaknya pahala ibadah badaniyah seperti puasa, sholat dan bacaan. Pendapat yang benar adalah semua amal ibadah itu sampai kepada mayit.

Ada yang menarik dari Fatwa Ibnu Taimiyyah (w. 728 H) ini, beliau menyebut bahwa baik puasa, bacaan al-Qur’an bahkan shalat sekalipun itu akan sampai pahalanya kepada mayyit.
Pertanyaannya??
Kira-kira bagaimana teknisnya mengirim pahala shalat kepada mayyit, menurut fatwa Ibnu Taimiyyah ini ya?
Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah (w. 751 H): Perkataan Bahwa Tak Ada Tuntunannya Dari Ulama Salaf, Itu Adalah Perkataan Dari Orang Yang Tak Ada Ilmunya
Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah (w. 751 H) sebagai murid Ibnu Taimiyyah (w. 728 H) bahkan menjelaskan panjang lebar masalah ini.
Jika ingin tahu dalilnya, baca saja kitab ar-Ruh. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (w. 751 H) menyebut:
وأي فرق بين وصول ثواب الصوم الذي هو مجرد نية وإمساك بين وصول ثواب القراءة والذكر، والقائل أن أحدا من السلف لم يفعل ذلك قائل مالا علم له به
Apa bedanya sampainya pahala puasa dengan bacaan al-Qur’an dan dzikir. Orang yang mengatakan bahwa ulama salaf (bukan salafi) tak pernah melakukan hal itu, berarti orang itu tak ada ilmunya (Ibnu Qayyim al-Jauziyyah w. 751 H, ar-Ruh, h. 143)
Agak pedas memang pernyataan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (w. 751 H) ini. Kata beliau, justru para salaf-lah yang melakukan hal itu. Mereka yang mengatakan para salaf tak pernah melakukannya, berarti perkataan itu muncul dari orang yang tak ada ilmunya.

Pendapat Ibnu Quddamah

Ibnu Quddamah al-Hanbali (w. 620 H): Kaum Muslimin di Tiap Waktu dan Tempat, Mereka Berkumpul Untuk Menghadiahkan Bacaan al-Qur’an Untuk Mayit.
Ulama Hanbali yang lebih senior dari Ibnu Taimiyyah al-Hanbali (w. 728 H) adalah Ibnu Quddamah al-Hanbali (w. 620 H).
Dengan jelas beliau menyebut bahwa, di tiap waktu dan di seluruh penjuru negeri, kaum muslimin berkumpul untuk membaca al-Qur’an. Lantas pahala bacaan al-Qur’an itu mereka hadiahkan kepada orang yang telah wafat, tanpa ada yang mengingkarinya. Dan itu adalah ijma’ kaum muslimin.
ولنا، ما ذكرناه، وأنه إجماع المسلمين؛ فإنهم في كل عصر ومصر يجتمعون ويقرءون القرآن، ويهدون ثوابه إلى موتاهم من غير نكير
Ijma’ kaum muslimin menyatakan bahwa di tiap waktu dan di seluruh penjuru negeri, kaum muslimin berkumpul untuk membaca al-Qur’an. Lantas pahala bacaan al-Qur’an itu mereka hadiahkan kepada orang yang telah wafat, tanpa ada yang mengingkarinya. (Ibnu Quddamah al-Hanbali w. 620 H, al-Mughni, h. 2/ 423)
Tentu pernyataan yang serius jika hal ini telah menjadi ijma’ kaum muslimin, dimana hampir semua zaman dan setiap tempat, para kaum muslimin melaksanakannya.
Bahkan lebih dari itu, mereka melakukannya dengan berkumpul berjamaah, bareng-bareng membaca al-Qur’an untuk dikirimkan kepada mayyit, persis seperti yang ada di negeri kita Indonesia ini.
Paling tidak, itulah yang dialami oleh Ibnu Quddamah al-Maqdisi (w. 620 H) dan kaum muslimin di Damaskus, sekitar 8 abad yang lalu di hampir seantero negeri saat itu. Sekali lagi, penyebutan kata ijma’ ini keluar dari Imam Ibnu Quddamah al-Hanbali (w. 620 H).

Pendapat Muhammad bin Shalih al-Utsaimin (w. 1421 H)

Dalam hal ini, Muhammad bin Shalih al-Utsaimin (w. 1421 H) lebih memilih bahwa bacaan al-Quran itu sampai dan boleh.
القول الثاني: أنه ينتفع بذلك وأنه يجوز للإنسان أن يقرأ القرآن بنية أنه لفلان أو فلانة من المسلمين، سواء كان قريبا أو غير قريب. والراجح: القول الثاني لأنه ورد في جنس العبادات جواز صرفها للميت
Pendapat kedua, adalah mayyit bisa mendapat manfaat dari apa yang dikerjakan orang yang masih hidup. Hukumnya boleh, orang membaca al-Quran lantas berkata; “Saya niatkan pahala ini untuk fulan atau fulanah. Baik orang itu kerabat atau bukan. Ini adalah pendapat yang rajih. (Muhammad bin Shalih al-Utsaimin w. 1421 H, Majmu’ Fatawa wa Rasail, h. 7/ 159).

Kesimpulan

Demikian pendapat para ulama Hanbali, termasuk Ibnu taimiyyah dan shalih utsaimin gembong para pengingkar Tahlilan dan Ziarah Kubur, kesemuanya mengatakan “Pahala Bacaan al Qur’an sampai kepada mayyit baik dari kerabat atau bukan.”
Jika menganggap bahwa perbuatan menghadiahkan pahala bacaan al-Qur’an itu bid’ah, itu sama artinya menganggap Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H) beserta ulama hanbali lainnya menganjurkan kebid’ahan.
Jika menganggap ulama salaf tak pernah menghadiahkan pahala bacaan al-Quran, sepertinya harus sekali-kali baca kitabnya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (w. 751 H).
Jika menanggap bahwa berkumpul untuk bersama-sama membaca al-Qur’an, lalu pahalanya dikirimkan kepada mayyit hanya budaya Nusantara yang diwarisi dari Agama Hindu, sepertinya harus benar-benar menyelami kitabnya Ibnu Quddamah (w. 620 H).
Mari Kita belajar lagi untuk menyelami luasnya samudra ilmu para ulama! Dari situ kita ittiba’ Rasulullah shallaAllahu alaihi wa sallam.

IKUTI ULAMA UNTUK MENGIKUTI NABI !!!
Wallahua’lam bisshawab.

sumber http://www.santripondok.com/2018/04/02/dalil-kirim-bacaan-al-quran/

Selasa, 03 April 2018

KISAH MENGAGUMKAN DI BULAN ROJAB

بسم الله الرحمن الرحيم...
Copas yai Akhbib Maulana...

~ KISAH MENGAGUMKAN DI BULAN ROJAB ~

مر عيسى عليه السلام على جبل يتلألأ نورا فقال يا رب انطق لي هذا الجبل فقال يا روح الله ما الذي تريد قال أخبرني بخبرك قال في جوفي رجل قال عيسى يا رب أخرجه فانفلق الجبل عن شيخ حسن الوجه وقال عيسى أنا من قوم موسى سألت الله الحياة إلى زمن محمد صلى الله عليه وسلم لأكون من أمته ولي ستمائة عام أعبد الله تعالى في هذا الجبل فقال عيسى يا رب هل على وجه الأرض أكرم عليك من هذا فقال يا عيسى من صام من أمة محمد يوما من رجب فهو أكرم علي من هذا

Suatu ketika Nabi Isa as berjalan d sebuah gunung yg memancarkan cahaya, maka Nabi Isa as kemudian berkata : Ya Robb.. izinkanlah pada gunung ini untuk berbicara denganQ
Gunung tersebut berkata : Ya Ruhulloh.. apa yg engkau kehendaki dariQ ?
Nabi Isa : katakan padaQ, ada apa dalam dirimu?
Gunung : d dalamQ (sebuah goa) ada seorang lelaki.
Nabi Isa : Ya Robb... aq mohon keluarkan dia (laki2 itu).

maka terbelahlah gunung itu dan nampak seorang lelaki yg telah sepuh yg sangat bagus rupanya.
maka berkata orang tua itu : wahai Isa... aq adalah seorang dr umat Nabi Musa as, aq memohon kepada Alloh swt untuk memanjangkan umurQ sehingga datang zaman Nabi Muhammad saw agar aq termasuk umatnya Nabi Muhammad, aq telah beribadah kepada Alloh swt dlm gunung ini selama enam ratus tahun.
Nabi Isa : Ya Robb... apakah ada d muka bumi yg lebih mulia d sisimu daripada orang tua ini ?
Robb : wahai Isa... barang siapa d antara umat Nabi Muhammad saw berpuasa sehari d bulan rojab, maka ia lebih mulia d sisiQ d bandingkan orang tua ini.
نزهة المجالس ومنتخب النفائس الصفحة ٧٢
*~~~~****~~~~*

EDISI IJAZAH LGBT

EDISI IJAZAH LGBT ( LELAKI GANAS BINI TERPUASKAN )

 Telah berkata sebagian Ulama : Jika engkau hendak Menyetubuhi Istrinya dan tidak ingin cepat Keluar (Kalah)maka caranya adalah 
1- Ambil Wudhu 
2- Sholat hajat 2roka'at (roka'at pertama baca surat al-falaq, roka'at kedua surat An-Nas)
 3- Selesai salam duduk bersila dan pejamkan mata, lalu tarik nafas yang panjang dan baca dalam hati (Ya Hayyu Ya Qoyyum 27x, tanpa nafas (sekali nafas) dan keluarkan nafas pelan)
 4- Tarik nafas panjang kedua dan baca lagi (Ya Qowiyyu Ya Matin) 27x tanpa nafas, setelah selesai keluarkan nafas pelan".
 5- Ulangi lagi yang ketiga kalinya dan baca (Yaa Dzal Jalali Wal Ikrom) 27x tanpa nafas.
 6- Lalu akhiri dengan membaca do'a (Bismillahir Rohmanir Rohim, WalhamdulillahiRobbil 'Alamin Was Sholatu Wassalamu 'Ala Sayyidina Muhammadin Wa'ala Aalihi Wa Shohbihi Ajma'in, Allohumma Ya Hayyu Ya Qoyyum Aqim Dzakari Ya Qowiyyu Ya Matin Qowwi Jasadi Yaa Dzal Jalali Wal Ikrom Akrim Maniyyi Wa Manzilii. 

 قال بعض العلماء : من أراد أن يجامع زوجته ولا ينزل سريعا فليتوضأ ويحسن وضوءه ثم يصلّ ركعتين ويقرأ في الركعة الأولى بعد الفاتحة سورة الفلق وفي الثانية سورة الناس، وبعد التسليم فليجلس مربعا ويغمض عينيه وليتنفس عميقا فليقل : يا حي يا قيوم سبعا وعشرين مرة بلا نفس، وليخرج نفسه ببطء، ثم ليقل : يا قوي يا متين سبعا وعشرين مرة بلا نفس ، ويفعل ذلك كما سبق، ثم ليقل : يا ذا الجلال والإكرام سبعا وعشرين مرة بلا نفس. ثم ليدع : بسم اللّه الرحمن الرحيم، الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، اللهم يا حي يا قيوم أقم ذكري ، يا قوي يا متين قوّ جسدي ، يا ذا الجلال والإكرام أكرم منيي ومنزلي 

 RAHASIA para lelaki, selamat mencoba...

Selasa, 20 Maret 2018

Dalail Quran


دعـــاء دلائـــل القرأن
بسم الله الرّحمن الرّحيم
1.  إلي حضرة النبيِّ المُصْطَفَى سَيِّدِنا مُحمّدٍ صلى الله عليه وسلم وّعَلى آلِهِ وَصَحْبِهِ أجْمَعِين الفاتحة .....
2.  ثُمَّ الى حَضْرَةِ الْقُطْبِ الرَّبَّاني والْغَيْثِ الصَّمَدَاني سَيِّدِي الشَّيْخِ عَبْدِ الْقَادِرِ الْجِيْلاَنِيّ وَأَئِمَّةِ الأَرْبَعَةِ رََضِيَ الله عَنْهُمْ الفاتحة ....
3. ثم الى حضرة اولياءالله الِكـرام وامباه عبد الجليل وامباه عبدالقهّـار وامباه سيوا نكارا وامباه سانوسي وامباه يس وامباه               رِفاعِىّ وامباه احمد بَشِيْرقدَّس الله سِرَّهم ونوَّرَ ضريحهم ويُعلِى درجاتِهم واَعادَ علينا مِن بركاتِهِمْ واَمْطَرَ عَلَيْنا غَيْثَ       كراماتِهِم الفاتحة .........
4.  ثُمَّ إلى حَضْرَةِ مَنْ أَجَازَنِي الشَّيْخِ مُحمّد نُوْر فُؤَدِي إِلى الْمُنْتَهَى شَيْئٌ لله لَهُمُ الفاتحة ..... ( ثمّ قراءة القرأن )   ثم دعاء...

  الْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِين وَالصَّلاَةُ والسّلاَمُ عَلَى أشْرَفِ الأنْبِيَاء والْمُرْسَلِيْن سيّدنا و مولانا محمد وعلى آله وأَصْحَابِه أجْمين اللّهمّ إنِّي أَسْأَلُكَ بِجَاهِ نَبِيِّكَ الْكَرِيمِ وَبِحُرْمَةِ الْقُرْأنِ الْعَظِيم أَنْ تَوَسَّعَ عَلَيْنَا وَ على أوْلاَدِنَا وأصْحَابِنَا وَمَنْ أَوْصَانَا بِالدُّعَاء .اَللّهُمَّ يَا مُؤْنِسَ كُلَّ وَحِيْدٍ وَيَاصَاحِبَ كُلِّ فَرِيْدٍ وَيَاقَرِيْبًا غَيْرَ بَعِيْدٍ وَيَا شَهِيًْدًا غَيْرَ غَائِبٍ  وَيَا غَالِبًا غَيْرَ مَغْلُوْبٍ. اللّهُمَّ رَبَّنَا آتِنَا فى الدّنْيَا حَسَنَةً وَفى الأخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَّدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّءْ لَنَا مِنْ أمْرِنَا رَشَدًا.اللّهمَّ افْتَحْ لَنَـا فُتُوْحَ الْعَارِفِين. اللهم يَسِّرْ لَـنَا أُمُوْرَنَا مَعَ الرَّاحَةِ لِقُلُوبِنَا وَاَبْدَانِنَا وَالسَّلاَمَةِ والْعَافِيَةِ فى الدِّيْنِ وَ الدُّنْيَا واْلأخِرَةِ. أَسْــأَلُكَ  بِاسْمِكَ بِسْمِ الله الرحمن الرحيم  الْحَيِّ الْقَيُّومِ الَّذِي لاَتَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ . أَسْــأَلُكَ بِاسْمِكَ بِسْمِ الله الرحمن الرحيم  الْحَيِّ الْقَيُّومِ الَّذِي عَنَتْ لَهُ الْوُجُوهُ وَخَشَعَتْ لَهُ اْلأَصْوَاتُ وَوَجِلَتْ مِنْهُ الْقُلُوْبُ أنْ تُصَلِّيَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا محمدٍ. اللّهمَّ اجْعَلِ الْقُرْأنَ لَـنَا فى الدُّنْيَا قَرِيْنًا وفى الْقَبْرِ مُؤْنِسًا وفى الْقِيَامَةِ شَفِيْعًا وعلى الصِّرَاطِ نُوْرًا و إلى الْجَنَّةِ رَفِيْقًا وَمِنَ النَّارِ سِتْرًا وَحِجَابًا وَإِلَى الْخَيْرَاتِ كُلِّهَا دَلِيْلاً وَإمَامًا بِفَضْلِكَ وَجُوْدِكَ وَكَرَمِكَ يَآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِين. وَأنْ تَجْعَلَ لِي مِنْ اُمُوْرِي فَرَجًا وَمَخْرَجًا وَتَقْضِيَ حَاجَتِي فى الدين والدُّنْيَا والأخِرَةِ بِجَاهِ القُطْبِ الرَّبَّاني سَيّدِنَا الشّيخ عبد القادر الْجِيْلانِي قَدَّسَ الله سِرَّهُ وَنَوَّرَ ضَرِيْحَهُ وَيُعْلِي دَرَجَاتِهِ وأَعَادَ عَليْنَا مِنْ بَرَكَاتِهِ وَبِرِّهِ آمين .يَاسُلْطَانَ الْعَارِفِين سيِّدِي الشَّيخ عَبْدَ الْقَادِرِ الْجِيْلاَني إِنِّى أَتَوَسَّلُ إلَيْكَ إلى رَبِّ الْبَرِيَّةِ بِتَسْهِيْلِ اُمُوْرِي فى الدِّيْنِ والدُّنْيَا والأخرة. اللّهمّ أوْصِلْ وَتَقَبَّلْ ثَوَابَ مَا قَرَأْنَاهُ وَمَااسْتَغْفَرْنَاهُ وَمَا صَلَّيْنَاهُ  وَمَا دَعَوْنَاهُ إلى حَضْرَةِ النّبيّ المُصطفى سيدنا ومَولانا محمد صلى الله عليه وسلم وعلى آله وصحبه أجمعين. اللّهمّ أوْصِلْ وَتَقَبَّلْ ثَوَابَ مَا قَرَأْنَاهُ وَمَااسْتَغْفَرْنَاهُ وَمَا صَلَّيْنَاهُ  وَمَا دَعَوْنَاهُ إلى حَضْرَةِ القُطْبِ الرَّبَّاني سَيّدِنَا الشّيخ عبد القادر الْجِيْلانِي وَأَئِمَّةِ الأَرْبَعَةِ رََضِيَ الله عَنْهُمْ . اللّهمّ أوْصِلْ وَتَقَبَّلْ ثَوَابَ مَا قَرَأْنَاهُ وَمَااسْتَغْفَرْنَاهُ وَمَا صَلَّيْنَاهُ  وَمَا دَعَوْنَاهُ إلى حَضْرَةِ اولياءالله الِكرام امباه عبد الجليل و امباه عبدالقــهّـار وامباه سيوا نكارا وامباه سانوسي وامباه يس وامباه رِفاعِىّ وامباه جَعْفَرْ صَادِقْ وامباه عُمَرْ سَعِيْدسُونَان مورييا وامباه اَحْمَدْ بَشِيْر  قدَّس الله سِرَّهم وَنَوَّرَ ضَرِيْحَهُمْ ويُعلِى درجاتِهم واَعادَ علينا مِن بركاتِهِمْ واَمْطَرَ عَلَيْنا غَيْثَ كراماتِهِم اللّهمّ أوْصِلْ وَتَقَبَّلْ ثَوَابَ مَا قَرَأْنَاهُ وَمَااسْتَغْفَرْنَاهُ وَمَا صَلَّيْنَاهُ  وَمَا دَعَوْنَاهُ إلى حَضْرَةِ الشّيخ مُحَمَّد نور فُؤدي وَزَوْجَتِهِ وَاُصُولِهِ وَفُرُوْعِهِ وَأَهْلِ بَيْتِهِ أجمعِين. اللّهمّ أوْصِلْ وَتَقَبَّلْ ثَوَابَ مَا قَرَأْنَاهُ وَمَااسْتَغْفَرْنَاهُ وَمَا صَلَّيْنَاهُ  وَمَا دَعَوْنَاهُ إلى حَضْرَةِ اَهْلِ القُبُوْرِ مِنَ المسلمين والمسلمات خُصُوْصًا إلى رُوْحِ شَيْخِي وَمَشَايِخِهِ غَفَرَ اللهُ ذُنُوْبَهُم وَيُعْلِى دَرَجَاتِهم .وَصَلَّى الله عَلَى سيدنا و مولانا محمد وعلى آله وصحْبه أجمعين سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وسلامٌ على المرسلين والحمد للهِ ربِّ العالمين. آمين ~
هكذا عن شيخنا الحاجّ يس عن شيخه العارف بالله الحاجّ سانوسيّ
كتبه الحاجّ أحمد بشير جكولا قدس .


Kamis, 08 Maret 2018

shalawatan yang diiringi Alatul Malahi

"Sudahlah ku jangan kau pikirkan, mending kita sholawatan" begitulah petikan lagu yang dirilis oleh WALI BAND. Dan ternyata dalam nyanyian itu WALI memang bersholawat, musiknya pun memang asyik banget dan sedikit mengandung da'wah islami. Hanya saja kami sedikit janggal mengapa sholawat harus bersama alat musik. 

Pertanyaan:
1.      Bagaimana hukum shalawatan yang diiringi Alatul Malahi?
2.      Masihkah Yang bernyanyi mendapat pahala sholawatnya tersebut?

(Sail: PP. AL MUQRI ASSALAFI Prenduan)
Jawaban
1.      Haram
التنبيهات الواجبات لمن يصنع المولد بالمنكرات ص 30-31
التنبيه السابع صرح الشيخ ابن الحاج الفاسي في حاشيته ميارة ان استعمال ماوضع للتعظيم في غير محل التعظيم حرام فانه قال فيها من اسمج العوائد مايفعله اصحاب الملاهي في العود ونحوه من ابتدائهم الموازين او بعضها بثناء على الله تعالى او امداح نبوية اوصلاة على المصطفى صلى الله عليه وسلم او ختمهم بادعية فانهم ان اردوا بذلك استحلال ما حرم من تلك الالات فقريب من الكفر والعياذ بالله وان اردوا تكفير ما فيه من الوزر فجهل عظيم بل هو الى الاستهزاء اقرب فيزداد الاثم من جهة استعمال ما وضع للتعظيم في غير محل التعظيم.
واستنتج من ثبوت الحكم اي الحرمة وزيادة الاثم في استعمال ما وضع للتعظيم في غير محل التعظيم ثبوته ايضا في استعمال ما وضع للاهانة والايذاء كضرب الات الملاهي وغيره. من المنكرات في موضع التعظيم كمولد النبي صلى الله عليه وسلم ومن هنا تعلم ان فعل المنكرات مضمومة الى مولد النبي صلى الله عليه وسلم الى التنقيص والاستهزاء والايذاء به صلى الله عليه وسلم اقرب لان تعظيمه صلى الله عليه وسلم هو التأدب معه بما هو لائق به صلى الله عليه وسلم روى الترمذي عن أنس ان رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يخرج على اصحابه من المهاجرين والانصاؤ وهم جلوس فيهم ابو بكر وعمر فلا يرفع احد منهم اليه بصره الا ابابكر وعمر رضي الله عنهما فانهما كانا ينظران اليه وينظر اليهما ويتبسمان اليه ويتبسم اليهما وروى اسامة بن شريك قال اتيت النبي صلى الله عليه وسلم واصحابه حوله كانما على رؤسهم الطير اي لشدة الرزانة والسكون.

Jumat, 23 Februari 2018

Amanah dalam Tahlil Akbar

Amanah dalam Tahlil Akbar
Gerakan-gerakan modernisasi Islam nampaknya semakin membumi di nusantara. Hal ini terbukti dengan munculnya sekte yang mengatasnamakan Islam, mulai yang radikal sampai yang konservatif, hal ini yang di setiap pelosok desa, kota sampai yayasan pendidikan tetap mempertahankan yang namanya tahlil mulai yang berskala kecil sampai yang akbar, yang biasanya sebelum acara H dimulai banyak simpatisan yang mengirimkan kartu khususon harapan mereka nantinya kartu-kartu tersebut dibaca saat hari jadi. Tapi apalah daya kartu yang mereka kirimkan kadang-kadang hilang tak berbekas. Untuk mencarinya lagi tidak dimungkinkan karena sudah tercampur dengan kartu yang telah diketik.
Pertanyaan
a.    Apakah yang harus dilakukan oleh pihak panitia terkait kartu khususon yang hilang?
b.    Kalau nantinya pada tulisan terjadi salah tulis (dari simpatisan Nafisah tetapi oleh panitia ditulis Nasuhah) sampaikah pahala amaliyah padanya?
c.    Apakah beda pahalanya menyebutkan almarhum satu persatu dengan pahala menyebutkan secara menyeluruh (خصوصا الى ارواح من كتب اسماءهم فى هذه الورقات)?
MA Al-Khoziny Buduran
Jawaban
  1. Pihak panitia tidak wajib mencari akan tetapi menghadiahkan Pahala tahlil kepada para al-marhumin yang tercatat di kartu yang hilang.

بغية المسترشدين للسيد باعلوي الحضرمي - (ج 1 / ص 196)
[فائدة]: رجل مرّ بمقبرة فقرأ الفاتحة وأهدى ثوابها لأهلها فهم يقسم أو يصل لكل منهم مثل ثوابها كاملاً، أجاب ابن حجر بقوله: أفتى جمع بالثاني وهو اللائق بسعة رحمة الله تعالى اهـ.


الروح  - (ص 159)
فصل- فان قيل – فهل تشترطون فى وصول الثواب ان يهديه بلفظة ام يكفى فى وصوله مجرد نية العامل ان يهديه الى الغير  قيل السنة لا تشترط التلفظ بالاهداء فى حديث واحد بل اطلق صلى الله عليه وسلم الفعل عن الغير كالصوم والحج والصدقة ولم يقل لفاعل ذلك وقل اللهم هذا عن فلان ابن فلان والله سبحانه يعلم نية العبد وقصده بعمله فان ذكره جاز وان ترك ذكره واكتفى بالنية والقصد وصل اليه ولا يحتاج ان يحتاج ان يقول اللهم انى صائم غدا عن فلان ابن فلان ولهذا والله اعلم اشترط من اشتراط النية الفعل عن الغير قبله ليكون واقعا بالقصد عن الميت فاما اذا فعله لنفسه ثم نوى ان يجعل ثوابه للغير لم يصر للغير بمجرد النية كما لو نوى أن يهب أو يعتق أو يتصدق لم يحصل ذلك بمجرد النية

 الفتاوى الفقهية الكبرى  - (ج 3 / ص 165)
( وَسُئِلَ ) نَفَعَ اللَّهُ بِهِ عَمَّنْ مَرَّ بِمَقْبَرَةٍ فَقَرَأَ الْفَاتِحَةَ وَأَهْدَاهَا لَهُمْ فَهَلْ تُقْسَمُ بَيْنَهُمْ أَوْ يَصِلُ لِكُلٍّ مِنْهُمْ مِثْلُ ثَوَابِهَا كَامِلًا ؟ ( فَأَجَابَ ) بِقَوْلِهِ أَفْتَى جَمْعٌ بِالثَّانِي وَهُوَ اللَّائِقُ بِسِعَةِ الْفَضْلِ


إعانة الطالبين - (ج 3 / ص 259)
(والحاصل) أنه إذا نوى ثواب قراءة له أو دعا عقبها بحصول ثوابها له أو قرأ عند قبره حصل له مثل ثواب قراءته، وحصل للقارئ أيضا الثواب. فلو سقط ثواب القارئ لمسقط، كأن غلب الباعث الدنيوي، بقراءته بأجرة، فينبغي أن لا يسقط مثله بالنسبة للميت. ولو استأجر للقراءة للميت ولم ينوه ولا دعا له بعدها ولا قرأ عند قبره علم يبرأ من واجب الاجارة. وهل تكفي نية القراءة في أولها وإن تخلل فيها سكوت ؟ ينبغي نعم، إذا عد ما بعد الاول من توابعه. م ر. اه. لكن ظاهر كلام الشارح، كالتحفة وشرح المنهج، يفيد أن القراءة بحضرة الميت من غير نية ثواب القراءة له أو القراءة لا بحضرة الميت مع النية فقط من غير دعاء عقبها لا يحصل ثوابها لميت، فلا بد في الاولى من النية وفي الثانية من الجمع بين النية والدعاء (قوله: أو نواه) أي ثواب القراءة للميت. وقوله ولم يدع قضيته، كما علمت، أنه لا بد من الجمع بين النية والدعاء ولا يغني أحدهما عن الآخر. وقال سم، واعتمد م ر: الاكتفاء بنية جعل الثواب له، وإن لم يدع، (قوله: وقد نص الشافعي الخ) هذا ذكره في التحفة تأييد الكلام ساقط من عبارة الشارح ونصها بعد وحمل جمع عدم الوصول على ما إذا قرأ لا بحضرة الميت إلى آخر ما ذكره المؤلف، أما الحاضر ففيه خلاف منشؤه الخلاف في أن الاستئجار للقراءة على القبر يحمل على ماذا ؟ فالذي اختاره في الروضة أنه كالحاضر في شمول الروضة النازلة عند القراءة له، وقيل محملها أن يعقبها بالدعاء له، وقيل أن يجعل أجره الحاصل بقراءته للميت، وحمل الرافعي على هذا الاخير الذي دخل عليه عمل الناس. وفي الاذكار أنه الاختيار قول الشالوشي إن قرأ ثم جعل الثواب للميت لحقه.
  1. Lihat jawaban no. a.

  1. Pahalanya tidak sama, almarhumin yang dikhususkan lebih besar pahalanya dari yang diumumkan.

الفتوحات الربانية على الأذكار النواوية - (ج 2 / ص 206)
(قوله : أوصل ثواب ما قرئته) قال ابن الصلاح : ينبغي الجزم بنفع اللهم أوصل ثواب ما قرئناه أن مثله فهو المراد وان لم يصرح به لفلان لانه إذا نفعه الدعاء بما ليس له فما له أولى وبجرى هذا في سائر الأعمال. وبما ذكرناه في أوصل ثواب ما قرئناه يندفع انكار الرهان الفزاري قولهم اللهم أوصل ثواب ما تلوته إلى فلان خاصة وإلى المسلمين عامة لأن ما اختص بشخص لا يتصور التعميم فيه اهـ وقال الزركشي : الظاهر خلاف ما قاله فان الثواب يتفاوت فأعلاه ما خصه وأدناه ما عمه وغيره والله يتصرف فيما يعطيه من الثواب بما شاء.


بغية المسترشدين للسيد باعلوي الحضرمي - (ج 1 / ص 196)
[فائدة]: رجل مرّ بمقبرة فقرأ الفاتحة وأهدى ثوابها لأهلها فهم يقسم أو يصل لكل منهم مثل ثوابها كاملاً، أجاب ابن حجر بقوله: أفتى جمع بالثاني وهو اللائق بسعة رحمة الله تعالى اهـ.


إعانة الطالبين - (ج 3 / ص 333)
قال الزركشي: والظاهر خلاف ما قاله، فإن الثواب قد يتفاوت، فأعلاه ما خص زيدا مثلا، وأدناه ما كان عاما، والله تعالى يتصرف فيما يعطيه من الثواب بما يشاء. وقد أشار الروياني في أول الحلية إلى هذا فقال صلاة الله على نبينا محمد (ص) خاصة وعلى النبيين عامة. اه.


الفتاوى الفقهية الكبرى  - (ج 2 / ص 28)
( وسئل ) نفع الله به عن كيفية التصدق بثواب القراءة هل يكون ذلك على الترتيب كأن يقول اللهم أوصل ثواب ما قرأته وأجر ما تلوته إلى روح فلان ثم إلى روح فلان وهكذا كما في وقف الترتيب ويقدم الأقرب فالأقرب وبعدهم من شاء أو التشريك كأوصل اللهم ثواب ما ذكر إلى روح فلان وفلان أو هما سيان في الحكم بينوا لنا ما في ذلك من نص أو قياس ؟ ( فأجاب ) بقوله إيصال عين ثواب ما قرأه إلى غيره غير مراد وإنما المراد الدعاء بأن الله تعالى يتفضل ويوصل مثله إلى المدعو له فلفظة المثل إن صرح بها فواضح وإلا فهي مرادة وحذف لفظها وإرادة معناها شائع في كلامهم في الوصية والبيع وغيرهما .وإذا تقرر أن المراد الدعاء بإيصال مثل ثواب القراءة اتضح أنه لا فرق بين أن يأتي بالمدعو لهم مرتبين أو مجموعين بالعطف بالواو أو بدونه كأوصل ثواب ذلك إلى المسلمين أو الأشراف أو أهل بلد كذا ألا ترى أنك لو قلت اللهم اغفر لفلان وفلان أو لفلان ثم فلان أو للمسلمين كنت داعيا ومؤديا لسنة الدعاء الخاص أو العام في الكل فكذلك فيما نحن فيه نعم في النفس توقف من الإتيان بالترتيب لأن فيه نوع تحكم في الدعاء فينبغي أنه خلاف الأدب إذ اللائق في الأدب أن يفوض وقت إعطاء المطلوب للغير إلى مشيئة الله تعالى وأما التنصيص على طلب أن إعطاء فلان قبل فلان وفلان قبل فلان ففيه نوع قلة أدب كما لا يخفى على موفق .

Tahlilan yang terlambat

Tahlilan yang terlambat
Sudah menjadi tradisi di kalangan warga Nahdliyin, sebagai rasa penghormatan dan kasih sayang, setiap salah satu dari keluarganya mengalami musibah kematian, mereka melakukan rutinitas Tahlilan yang mana pahalanya hanya di Tujukan pada keluarga yang telah meninggal. Rutinitas itu bukan di lakukan oleh keluarga saja, akan tetapi juga mengundang warga setempat untuk berkenaan hadir. Namun Ironisnya, ada sebagian warga yang menghadiri tidak tepat waktunya, sehingga prosesi acara tahlilan sudah berlangsung.
Pertanyaan
a.    apakah bisa sampai bacaan tahlil bagi warga yang terlambat datang sehingga tidak mendengar dan mengetahui bacaan tahsisul arwah secara  langsung dari imam?
b.    Bagaimana hukum menambahi tahsisul arwah bagi imam yang melebihi dari kehendak shohibul hajat?
PP. Lirboyo Kota Kediri
Jawaban :
a.   Pahalanya bisa sampai kepada Si Mayyit dengan cara ada niat(qosdu) dengan membaca do’a اللهم أوصل
& حاشية الجمل - (ج 16 / ص 15)
( فرع ) : ثواب القراءة للقارئ ويحصل مثله أيضا للميت لكن إن كانت بحضرته ، أو بنيته أو يجعل ثوابها له بعد فراغها على المعتمد في ذلك وقول الداعي اجعل ثواب ذلك لفلان على معنى المثلية وما ادعاه بعضهم من منع إهداء القرب للنبي صلى الله عليه وسلم ممنوع مخالف لما عليه المحققون
& بغية المسترشدين للسيد باعلوي الحضرمي - (ج 1 / ص 405)
وفي فتاوى شيخنا سعيد سنبل: من عمل لنفسه ثم قال: اللهم اجعل ثوابه لفلان وصل له الثواب، سواء كان حياً أو ميتاً، أي وسواء كان بطريق التبعية أو الاستقلال
& فتح المعين - (ج 3 / ص 256)
(وتنفع ميتا) من وارث وغيره- الى ان قال - أما القراءة فقد قال النووي في شرح مسلم: المشهور من مذهب الشافعي أنه لا يصل ثوابها إلى الميت. وقال بعض أصحابنا يصل ثوابها للميت بمجرد قصده بها، ولو بعدها، وعليه الائمة الثلاثة واختاره كثيرون من أئمتنا، واعتمده السبكي وغيره، فقال: والذي دل عليه الخبر بالاستنباط أن بعض القرآن إذا قصد به نفع الميت نفعه وبين ذلك، وحمل جمع عدم الوصول الذي قاله النووي على ما إذا قرأ لا بحضرة الميت ولم ينو القارئ ثواب قراءته له أو نواه ولم يدع. وقد نص الشافعي والاصحاب على ندب قراءة ما تيسر عند الميت والدعاء عقبها، أي لانه حينئذ أرجى للاجابة، ولان الميت تناله بركة القراءة: كالحي الحاضر
 إعانة الطالبين - (ج 3 / ص  258)  &
قوله: أما القراءة الخ) لم يذكر في سابقه مجملا ولا مقابلا لاما، فكان المناسب أن يذكرهما أولا كأن يقول وينفع الميت أشياء، أما الصدقة والدعاء فبالاجماع، ثم يقول: وأما القراءة ففيها خلاف أو يعدل عن تعبيره هذا ويقول وما ذكرته، من أنه ينفع الميت الصدقة والدعاء فقط، هو ما ذكره في المنهاج، وأفهم أنه لا ينفعه غيرهما من سائر العبادات، ولو قراءة وفيها خلاف فقد قال النووي الخ. وعبارة المغني: (تنبيه) كلام المصنف قد يفهم أنه لا ينفعه ثواب غير ذلك، أي الصدقة والدعاء كالصلاة عنه قضاء أو غيره وقراءة القرآن وهو المشهور عندنا، ونقله المصنف في شرح مسلم والفتاوى عن الشافعي رضي الله عنه والاكثرين، واستثنى صاحب التلخيص من الصلاة ركعتي الطواف وقال: يأتي بهما الاجير عن المحجور عنه تبعا للطواف، وصححاه، وقال ابن عبد السلام في بعض فتاويه: لا يجوز أن يجعل ثواب القراءة للميت، لانه تصرف في الثواب من غير إذن الشارع فيه.وحكى القرطبي في التذكرة أنه رؤي في المنام بعد وفاته، فسئل عن ذلك، فقال كنت أقول ذلك في الدنيا، والآن بأن لي أن ثواب القراءة يصل إلى الميت. وحكى المصنف في شرح مسلم والاذكار وجها أن ثواب القراءة يصل إلى الميت، كمذهب الائمة الثلاثة، واختاره جماعة من الاصحاب، منهم ابن الصلاح، والمحب الطبري، وابن أبي الدم، وصاحب الذخائر، وابن أبي عصرون.وعليه عمل الناس.وما رآه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن.وقال السبكي.الذي دل عليه الخبر بالاستنباط أن بعض القرآن إذا قصد به نفع الميت وتخفيف ما هو فيه، نفعه، إذ ثبت أن الفاتحة لما قصد بها القارئ نفع الملدوغ نفعته، وأقره النبي (ص) بقوله: وما يدريك أنها رقية ؟ وإذا نفعت الحي بالقصد كان نفع الميت بها أولى اه.قوله: لا يصل ثوابها إلى الميت) ضعيف.وقوله: (وقال بعض أصحابنا يصل) معتمد.اهـ. بجيرمي (قوله: بمجرد قصده) أي الميت بها: أي بالقراءة. وقوله ولو بعدها، أي ولو وقع القصد بعد القراءة (قوله: وعليه) أي على وصول ثوابها للميت، الائمة الثلاثة، وفي التحفة بعده على اختلاف فيه عن مالك.
& الفتاوي الكبرى الجزء الثاني ص: 38
( وسئل ) نفع الله به عن كيفية التصدق بثواب القراءة هل يكون ذلك على الترتيب كأن يقول اللهم أوصل ثواب ما قرأته وأجر ما تلوته إلى روح فلان ثم إلى روح فلان وهكذا كما في وقف الترتيب ويقدم الأقرب فالأقرب وبعدهم من شاء أو التشريك كأوصل اللهم ثواب ما ذكر إلى روح فلان وفلان أو هما سيان في الحكم بينوا لنا ما في ذلك من نص أو قياس ؟ ( فأجاب ) بقوله إيصال عين ثواب ما قرأه إلى غيره غير مراد وإنما المراد الدعاء بأن الله تعالى يتفضل ويوصل مثله إلى المدعو له فلفظة المثل إن صرح بها فواضح وإلا فهي مرادة وحذف لفظها وإرادة معناها شائع في كلامهم في الوصية والبيع وغيرهما . وإذا تقرر أن المراد الدعاء بإيصال مثل ثواب القراءة اتضح أنه لا فرق بين أن يأتي بالمدعو لهم مرتبين أو مجموعين بالعطف بالواو أو بدونه كأوصل ثواب ذلك إلى المسلمين أو الأشراف أو أهل بلد كذا ألا ترى أنك لو قلت اللهم اغفر لفلان وفلان أو لفلان ثم فلان أو للمسلمين كنت داعيا ومؤديا لسنة الدعاء الخاص أو العام في الكل فكذلك فيما نحن فيه نعم في النفس توقف من الإتيان بالترتيب لأن فيه نوع تحكم في الدعاء فينبغي أنه خلاف الأدب إذ اللائق في الأدب أن يفوض وقت إعطاء المطلوب للغير إلى مشيئة الله تعالى وأما التنصيص على طلب أن إعطاء فلان قبل فلان وفلان قبل فلان ففيه نوع قلة أدب كما لا يخفى على موفق . فإن قلت ظاهر قولهم ويقرب زائره منه كقربه منه حيا أنه يعامله بما كان يعامله به لو كان حيا كتقدمه على غيره في الزيارة إن كان له عليه ولادة أو مشيخة أو نحوهما وإذا سن ذلك فليس تقديمه في الدعاء على غيره قلت فرق واضح بين المقامين لأن الزيارة إكرام ناجز تتفاخر به الأرواح كما ورد ما يدل على ذلك فساغ التقديم فيها لذلك وأما الدعاء فهو طلب أفضال من الله تعالى على المدعو له والخيرة في وقت ذلك إليه تعالى فلا دخل للترتيب فيه بوجه بل فيه تحكم وقلة أدب كما تقرر فيه فلم يقل به نعم ينبغي إذا أراد ذكر جماعة كلا على انفراده أن يقدم في اللفظ مع العطف بالواو لا بنحو ثم الأفضل فالأفضل كما هو ظاهر

  1. Bisa dibenarkan karena Imam diminta bantuan membaca Tahlil oleh Shohibul Bait memiliki kebebasan untuk menghadiahkan pahalanya kepada semua Ahli Kubur  
بغية المسترشدين للسيد باعلوي الحضرمي - (ج 1 / ص 196 &
فائدة: رجل مرّ بمقبرة فقرأ الفاتحة وأهدى ثوابها لأهلها فهم يقسم أو يصل لكل منهم مثل ثوابها كاملاً، أجاب ابن حجر بقوله: أفتى جمع بالثاني وهو اللائق بسعة رحمة الله تعالى اهـ.
مسألة: ب): الأولى بمن يقرأ الفاتحة لشخص أن يقول: إلى روح فلان ابن فلان كما عليه العمل، ولعل اختيارهم ذلك لما أن في ذكر العلم من الاشتراك بين الاسم والمسمى، والمقصود هنا المسمى فقط لبقاء الأرواح وفناء الأجسام، وإن كان لها بعض مشاركة في النعيم، وضدّه البرزخ إذ الروح الأصل، وسر ذلك أن حقيقة المعرفة والتوحيد وسائر الطاعات الباطنة إنما تنشأ عن الروح، فاستحقت أكمل الثواب وأفضله، والطاعات الظاهرة كالتبع والقائم بها البدن، فاستحق أدنى الثواب وليس كالجماد من كل وجه بل له إدراك، لأن الروح وإن كانت بعيدة عنه في عليين وهي روح المؤمن أو سجين وهي روح الكافر فلها اتصال بالبدن، كالشمس في السماء الرابعة ولها اتصال وشعاع ونفع عام بالأرض، فلذا كان له نوع إحساس بالنعيم وضدّه.
حاشيتا قليوبي - وعميرة - (ج 9 / ص 325 &
، وتنفسخ في الباقي وكذا يقال في غير ذلك كالمداواة والاكتحال ، ولو استأجره لحرف أو قدر فعلم غيره ، لم يستحق شيئا
فرع : تصح الإجارة لقراءة القرآن لحي أو ميت ويحصل له الثواب إن قرأ بحضرته أو نواه بها أو أهدى له الثواب بعدها ، كأن يقول اللهم اجعل ثواب ذلك أو مثل ثوابه لفلان ، وما جرت به العادة من نحو زيادة في شرفه صلى الله عليه وسلم أو واصلا له أو به مندوب إليه خلافا لمن نازع فيه ، ويحصل مع ذلك ثواب القراءة للقارئ كذا قالوه فانظره مع قولهم كل عبادة كان الحامل عليها أمرا دنيويا لا ثواب فيها للفاعل وعلى الأول تفارق الحج بعدم إمكان تعدده وإذا قرأ جنبا ولو ناسيا لا يستحق أجرة .
بغية المسترشدين للسيد باعلوي الحضرمي - (ج 1 / ص 343 &
مسألة: ك): استؤجر لقراءة شيء معين من القرآن لشخص، واستؤجر لقراءة ذلك المعين أيضاً لآخر، فاقتصر المستأجر على قراءة المعين، ثم أهدى ثوابه للشخصين، فالذي يظهر وهو الأحوط أنه لا يكفي على المعتمد الذي رجحه ابن حجر من حصول نفس الثواب، أما على ما اعتمده السيوطي من أن الجعل على الدعاء فيكفي، وينبغي أن يحافظ الأجير على قراءة البسملة أوّل كل سورة غير براءة، إذ أكثر العلماء يقول إنها آية، فإذا قرأها كان متيقناً قراءة الختمة أو السورة، خصوصاً من استؤجر أو جوعل على قراءة الأجزاء والأسباع فيبرأ بيقين، وإلا فلا يستحق الأجرة لما أخل به عند من يقول إنها آية، ولو أخل ذو وظيفة كقراءة بها في بعض الأيام لم ينقطع استحقاقه لغير مدة الإخلال