menubar

MIS BAREGBEG "Membangun karakter bangsa yang inovatif, kreatif, dan kompetitif" - PPDB MIS BAREGBEG Tahun Pelajaran 2024/2025 Menerima Siswa/i Baru dan Pindahan - KLIK UNTUK MENDAFTAR
Tampilkan postingan dengan label Makalah Aswaja. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Makalah Aswaja. Tampilkan semua postingan

Rabu, 28 Maret 2018

Sesajen

Sesajen Lagi ...
Sesajen tidak dapat serta merta dihukumi syirik, sebab kita tidak pernah tahu niatan pelakunya. Oleh karena itu para ulama Syafi'iyah memerinci perbuatan tersebut berdasarkan niat.
Di zaman ulama terdahulu bentuk sesajen ini sudah ada kemiripan dalam bentuk menyembelih hewan. Salah satu ulama ahli tarjih dalam madzhab Syafi'i, Imam Ibnu Hajar Al Haitami berkata:

ﻭﻣﻦ ﺫﺑﺢ ﺗﻘﺮﺑﺎ ﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻟﺪﻓﻊ ﺷﺮ اﻟﺠﻦ ﻋﻨﻪ ﻟﻢ ﻳﺤﺮﻡ، ﺃﻭ ﺑﻘﺼﺪﻫﻢ ﺣﺮﻡ

"Barang siapa menyembelih hewan untuk mendekatkan diri kepada Allah agar terhindar dari gangguan jin, maka tidak haram (boleh). Atau menyembelih dengan tujuan kepada jin maka haram" (TTuhfatul Muhtaj 9/326)

Sesajen Yang Syirik
Syekh Abu Bakar Dimyati Syatha (banyak ulama Indonesia berguru kepada beliau diantaranya KH Hasyim Asy'ari, pendiri NU) berkata saat mensyarahi ungkapan Ibnu Hajar diatas yang dikutip oleh muridnya dalam Fathul Mu'in:

ﺑﻞ ﺇﻥ ﻗﺼﺪ اﻟﺘﻘﺮﺏ ﻭاﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﻟﻠﺠﻦ ﻛﻔﺮ
Bahkan jika menyembelih hewan dengan tujuan mendekatkan diri dan ibadah kepada jin maka ia telah kafir (Ianatuth Thalibin 2/397)

Ilhaq Masail (Menyamakan Hukum)
Belum kita temukan di kitab klasik tentang 'sesajen' berbentuk buah-buahan seperti yang ada dalam gambar saat pembangunan rumah. Namun cara menjawabnya adalah dengan penyamaan hukum yang berlaku di Bahtsul Masail berupa sistem Ilhaq (menyamakan hukum dengan perkataan seorang Imam).

Maka, jika pemasangan buah-buahan ditujukan meminta rezeki hanya kepada Allah adalah boleh. Dan jika permintaan ditujukan kepada selain Allah maka sudah jelas syirik. Namun kita tinggal mengarahkan kepada mereka bahwa setiap permintaan doa dan harapan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Jangan Mudah Menuduh Kafir / Musyrik
Ketika ada Shahabat membunuh seseorang yang membaca syahadat yang dikira berpura-pura hanya berlindung supaya tidak dibunuh, Nabi shalallahu alaihi wasallam mengulang beberapa kali bertanya kepada Shahabat yang melakukan pembunuhan itu:

ﻗﺎﻝ: «ﺃﻓﻼ ﺷﻘﻘﺖ ﻋﻦ ﻗﻠﺒﻪ ﺣﺘﻰ ﺗﻌﻠﻢ ﺃﻗﺎﻟﻬﺎ ﺃﻡ ﻻ؟»
Apakah kamu sudah membelah hatinya sehingga kamu tahu dia mengucapkan syahadat (secara pura-pura) atau tidak?" (HR Muslim)

Kita pun bertanya kepada ustadz yang memberi jawaban syirik apakah dia telah membedah jantung hatinya bahwa dengan meletakkan buah-buahan di atas rumahnya dia tujukan kepada selain Allah?
Ma'ruf Khozin, Anggota Aswaja NU Center PWNU Jatim

https://web.facebook.com/photo.php?fbid=2086289994732312&set=a.239769196051077.73237.100000539955543&type=3&theater

Rabu, 21 Maret 2018

Mengusir Jamaah Tabligh

HASIL BAHTSU MASA`IL PENGURUS CABANG NAHDLATUL ‘ULAMA` KABUPATEN JEPARA

MUSHOHHIH
1. KH. Ahmad Kholil (Rois Syuriyah) (Kalinyamatan)
2. KH. Khumaidurrohman (Wakil Rois) (Jepara)
3. KH. Sya'roni (Mustasyar) (Bate Alit)
4. KH. Mahfudz Shidiq (Wakil Rois) (Kedung)
5. KH. Nafi'uddin Hamdan (Wakil Rois) (Welahan)
6. KH. Ubaidillah (Wakil Rois) (Keling)
7. KH. Kami] Ahmad(Wakil Rois) (Kalinyamatan)
8. KH. Muhsin Ali (Wakil Rois) (Kedung)
PERUMUS
1. KH. Kholilurrohman (Ketua LBM) (Tahunan)
2. KH. Imam Abi Jamroh (Wakil Katib Syuriyah) (Tahunan)
3. KH. Mukhlish (Wakil Ketua LBM) (Welahan)
4. KH. Mundziri Jauhari (Wakil Ketua LBM) (Jepara)
5. KH. Hadziq (Anggota LBM) (Welahan)
6. KH. Masduqi Ridlwan (A'wan Syuriyah) (Kedung)
7. KH. Ahmad Roziqin (Katib Syuriyah) (Jepara)
JAMA'AH TABLIGH
Deskripsi Masalah
Sering kita jumpai sekelompok orang (jama'ah) yang singgah di masjid-masjid ataupun musholla. Sebagian masyarakat menyebutnya Jama'ah Tabligh, Khuruj, Jaulah, Jama'ah Kompor, Jama'ah Jenggot dan lain-lain. Di satu tempat mereka diterima dengan baik, dihormati dan dimuliakan seperti lazimnya menerima dan menghormati tamu, namun di tempat yang lain ada yang menolak untuk singgah di masjid mereka, bahkan diusir dan dihina dengan dalih kecurigaan "jangan-jangan mereka kelompok teroris" atau "membawa agama baru" atau "akidahnya menyimpang" atau "tidak sama dengan kita" dan Iain-lain.
Pertanyaan :
a. Bagaimana hukumnya menerima dan mempersilahkan mereka ketika singgah dan bertamu di masjid kita?
b. Bagaimana hukumnya menolak dan mengusir mereka dengan berbagai alasan di atas?

[17/3 11:07] Hamzah: Jawaban :
A. Hukum menerima dan mempersilakan mereka ketika singah dan bertamu di masjid kita adalah sunnah selama mereka benar-benar memegang teguh ajaran-ajaran Al-Qur'an dan As-Sunnah ala Ahlus Sunnah wal Jama'ah.

Referensi:
1. Al-Majalisus Saniyyah, hal. 45
2. Tafsir As-Showy, Juz 3, hal. 120
وعبارته:
1. المجالس السنية ص 45 ما نصه:
(قوله صلى الله عليه وسلم: "ومن كان يؤمن بالله واليوم الأخر فليكرم ضيفه") أى لأنه من أخلاق الأنبياء والصالحين وآداب الإسلام....إلى أن قال وقد أوجب الضيافة ليلة واحدة أبو الليث بن سعيد رضي الله عنه عملا بقوله صلى الله عليه وسلم: "الضيف حق واجب على كل مسلم". وحمله عامة الفقهاء على الندب وإنها من مكارم الأخلاق ومحاسن الدين.
Artinya:
“Sabda Nabi Shallahu ‘alahi wa sallam: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah memuliakan tamunya!” yaitu: karena memuliakan tamu merupakan akhlak para Nabi dan orang shalih serta etika Islam....sampai komentarnya..Abu Al-Laits bin Sa’id telah mewajibkan menjamu tamu sehari semalam karena mengamalkan hadits Nabi Shallahu ‘alahi wa sallam: “Malamnya tamu itu wajib bagi tiap muslim”. Sedangkan para pakar fikih umumnya mengartikannya sebagai sunah. Menjamu tamu merupakan termasuk akhlak mulia dan kebaikan agama.

2. تفسير الصاوي ج3 ص120 دار الفكر ما نصه:
قوله تعالى: (سواء العاكف فيه).... إلى قوله.... والمعنى أن المقيم في المسجد والطارئ سواء في النزول به فمن سبق إلى مكان فيه فهو حقه لايقيمه منه غيره.

Artinya:
Firman Allah Ta’ala: “Baik yang bermukim di situ (Masjid Al-Haram)” (QS.Al-Hajj:25) sampai penjelasannya, pengertiannya yaitu seorang yang mukim di masjid dan yang datang di sana, sama dalam masalah singgah di sana, barangsiapa lebih dulu menempati suatu tempat maka itu adalah haknya, dan orang lain tidak boleh mengusirnya.”
B. Hukum menolak dan mengusir mereka dengan berbagai alasan di atas tidak dibenarkan (tidak boleh) selama mereka tidak menyimpang dari ajaran Al-Qur'an dan As-Sunnah ala Ahlus Sunnah wal Jama'ah.
Referensi:

1. Tafsir Ash-Showy Juz 1 hal 80
2. An Nurul Burhani hal 55

وعبارته:
1. تفسير الصاوي ج1 ص 80 ما نصه:
(ومن أظلم) أى لآأحد أظلم (ممن منع مساجد الله أن يذكر فيها اسمه) بالصلاة والتسبيح. (قوله ممن منع)....إلى أن قال .... التقدير لا أحد أظلم ممن منع مساجد الله من ذكر اسمه فيها. والمنع إما بغلقها أو تعطيل الناس عنها أو تخريبها أو أكل ريعها أو التفريط في حقوقها. والعبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب.

Artinya:
Firman Allah (“Dan siapakah yang lebih aniaya”) artinya tidak ada yang lebih aniaya (daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya”), dengan shalat dan bacaan tasbih. Firman-Nya: Daripada orang yang menghalang-halangi, ....sampai perkataannya...pengertiannya tidak ada yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi dzikir menyebut asma Allah di masjid-masjidNya. Tindakan menghalangi itu adakalanya dengan menguncinya, mengosongkan dari orang yang memakmurkannya, merobohkannya, memakan pendapatannya atau ceroboh dalam menunaikan hak-haknya. Yang dipandang adalah umumnya lafal bukan sebab yang khusus.

2. النور البرهاني ص55 ما نصه:
وكان يقول: إياكم أن تحبوا أحدا أو تكرهوه إلا بعد عرض أفعاله على الكتاب والسنة كي لاتحبوه بالهوى وتبغضوه بالهوى.

Artinya:
Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani Rahmatullahi ‘alahi berkata: “Hindarilah mencintai seseorang atau membencinya, kecuali setelah menimbang perbuatannya dengan Kitabullah dan sunah, agar kalian tidak mencintai atau membencinya karena hawa nafsu!”

dari link  https://web.facebook.com/groups/1093701387359232/permalink/1768256413237056/

Senin, 12 Maret 2018

uang Azimat ketika perayaan maulid

Deskripsi Masalah
Biasanya, ketika perayaan maulid nabi SAW banyak orang yang berebut mendapatkan uang sedekah perayaan tersebut. Mereka berkeyakinan; uang yang didapatkannya membawa berkah (orang yang menyimpannya tidak akan kehabisan uang), dan dibuat azimat. Bahkan sampai sampai ada yang dilaminating.
Pertanyaan: 
a.       Benarkah keyakinan orang tersebut?
b.      Bagaimana hukum menjadikan uang sebagi Azimat, sehingga tidak digunakan sama sekali?. Dan bagaimana melaminating uang sebab punya keyakinan seperti di atas?
PP. SIDOGIRI
Kraton Pasuruan JATIM Po. Box. 22 Pasuruan 67101 Telp. (0343) 426638 Fax. (0343)428751 E-mail: pusat@sidogiri.com http:/www.sidogiri.com

Jawaban :
a.       Benar karena sesuai dengan keterangan yang ada dalam kitab I'anatut Thalibien juz. III hal. 463.
Ibarat :
إعانة الطالبين الجزء الثالث ص: 364
قال معروف الكرخي قدس الله سره من هيأ لأجل قراءة مولد الرسول طعاما وجمع إخوانا وأوقد سراجا ولبس جديدا وتعطر وتجمل تعظيما لمولده حشره الله تعالى يوم القيامة مع الفرقة الأولى من النبيين وكان في أعلى عليين ومن قرأ مولد الرسول e على دراهم مسكوكة فضة كانت أو ذهبا وخلط تلك الدراهم مع دراهم أخر وقعت فيها البركة ولا يفتقر صاحبها ولا تفرغ يده ببركة مولد الرسول e وقال الإمام اليافعي اليمنى من جمع لمولد النبي e إخوانا وهيأ طعاما وأخلى مكانا وعمل إحسانا وصار سببا
Boleh, karena tidak ada unsur Idzo'atul Maal.
قضاء الأدب ص : 441
والظابط في إضاعة المال أن يكون لا لغرض ديني ولا دنياوي فمتى إنتفى هذا الغرضان من جميع وجوهها حرم قطعا قليلا كان المال أو كثيرا أو متى وجد واحدا من الغرضين وجودا له مال وكان الإنفاق لائقا بالحال ولا معصية فيه قطعا اهـ
الفقه الإسلامى الجزء الرابع ص : 29
استعمال الحق يوجه على الإنسان أن يستعمل حقه وفقا لما أمر به الشرع وأذن به فليس له ممارسة حقه على نحو يترتب الإضرار بالغير فردا أو جماعة سواء أقصد الإضرار أم لا وليس له إتلاف شيئ من أمواله أو تبذيره لأن ذلك غير مشروع اهـ

Selasa, 20 Februari 2018

TRADISI NU DIGUGAT



TRADISI NU DIGUGAT
Deskripi Masalah
1.      Tradisi yang dilakukan warga nahdhiyin, ketika ada salah satu msyarakat yang meninggal dunia adalah membacakan surat yasiin,surat al-ihlas, muawwidzatain, tahlil dan burdah. Dan hal itu dilakukan ketika simayyit belum dikuburkan. Anehnya pada akhir-akhir ini ada salah satu tokoh masyarakat yang memberikan statemen kurang lebinya seperti ini “ wong mati iku gak oleh diwacakno burdah, mergo sholawat iku kanggo wong urep, nek diwacakno kanggo wong mati malah nyusahno.”
PERTANYAAN:
a.       Adakah dasar pembacaan burdah sebelum simayyit dimakamkan?
Jawaban
Ada, mengingat burdah berisikan tentang dzikir dan sholawat
Refrensi :
Idem kejawaban B
b.      Apakah benar kalau doa sholawat burdah itu hanya dikhususkan untuk orang yang hidup saja?
Jawaban
Tidak .
Refrensi :
Khasyiyatul Khulyubi Hal: 406 Jus: 1
Fatawy Al-Fikhiyyah Al-Kubro Hal: 17  Jus: 2
Fatawy Al-Fikhiyyah Al-Kubro Hal: 24  Jus: 2
Rosailu Salafiyyah Hal: 46
Khasiyatul bujairomi alal khotib hal: 364 Jus: 10
Bugyatul Mustarsyidin Hal: 194 Jus: 1
Nihayatuz Zain Hal: 153 Jus: 1


حاشية قليوبي - (1 / 406)
قوله : ( ويكره اللغط ) هو بسكون الغين المعجمة وفتحها : الأصوات المرتفعة . ويقال : فيه لغاط بوزن كتاب وسواء كان بالقراءة أو الذكر أو الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم . قال شيخنا الرملي : ويندب القراءة والذكر سرا . . قوله : ( بنار ) أي إلا لحاجة كسراج وشمعة لمشي أو دفن ليلا , والتبخير لنحو رائحة كريهة . وقد مر ندب التبخير عنده من أول موته إلى دفنه

الفتاوى الفقهية الكبرى - (2 / 17)
وسئل نفع الله به ما حكم الأذان والإقامة عند سد فتح اللحد فأجاب بقوله هو بدعة إذ لم يصح فيه شيء وما نقل عن بعضهم فيه غير معول عليه ثم رأيت الأصبحي أفتى بما ذكرته فإنه سئل هل ورد فيهما خبر عند ذلك فأجاب بقوله لا أعلم في ذلك خبرا ولا أثرا إلا شيئا يحكى عن بعض المتأخرين أنه قال لعله مقيس على استحباب الأذان والإقامة في أذن المولود وكأنه يقول الولادة أول الخروج إلى الدنيا وهذا آخر الخروج منها وفيه ضعف فإن مثل هذا لا يثبت إلا بتوقيف أعني تخصيص الأذان والإقامة وإلا فذكر الله تعالى محبوب على كل حال إلا في وقت قضاء الحاجة ا هـ كلامه رحمه الله وبه يعلم أنه موافق لما ذكرته من أن ذلك بدعة وما أشار إليه من ضعف القياس المذكور ظاهر جلي يعلم دفعه بأدنى توجه والله سبحانه وتعالى أعلم بالصواب.

الفتاوى الفقهية الكبرى - (2 / 24)
 وسئل نفع الله به بما لفظه ما حكم الأذان والإقامة عند سد فتح اللحد فأجاب بقوله هو بدعة ومن زعم أنه سنة عند نزول القبر قياسا على ندبهما في المولود إلحاقا لخاتمة الأمر بابتدائه فلم يصب وأي جامع بين الأمرين ومجرد أن ذاك في الابتداء وهذا في الانتهاء لا يقتضي لحوقه به.

رسائل السلفية ص : 46)
قال الامام الشوكانى العادة الجارية فى بعض البلدان من الاجتماع فى المسجد لتلاوة القرآن على الاموات وكذلك فى البيوت وسائر الاجتماعات التى لم ترد بالشريعة لا شك ان كانت خالية عن معصية سالمة من المنكرات فهي جائزة لأم الاجتناع ليس بمحرم بنفسه لا سيما اذا كان لتحصيل طاعة كتلاوة ونحوها ول يقدح فى ذلك كون تلك التلاوة مجعولة للميت فقد ورد جنس التلاوة من الجماعة المجتمعين لما فى الحديث اقرآوا يس على موتاكم وهو حديث صحيح ولا فرق بين تلاوة يس من الجماعة الحاضرين عند الميت او على قيره وبين تلاوة جميع القرآن او يعضه لميت فى مسجده او بيته فقد كان الصحابة الراشدون يجتمعون فى بيوتهم وفى مساجدهم وبينهم نبي الله صلى الله عليه وسلم ويناشدون الاشعار ويتذاكرون الاخبار ويأكلون ويشربون فمن زعم ان الاجتماع فى الدين الخالي عن الحرام بدعة فقد أخطأ فان البدعة التى تبتدع فى الدين وليس هذا من ذلك

حاشية البجيرمي على الخطيب - (ج 10 / ص 364
تَتِمَّةٌ : سُئِلَ السُّيُوطِيّ عَنْ حُكْمِ بَوْسِ الْخُبْزِ وَدَوْسِهِ .فَأَجَابَ بِأَنَّ بَوْسَهُ مِنْ الْبِدَعِ الْمُبَاحَةِ فَإِنْ قَصَدَ بِذَلِكَ إكْرَامَهُ لِأَجْلِ الْأَحَادِيثِ الْوَارِدَةِ فِي إكْرَامِهِ فَحَسَنٌ ، قَالَ : وَدَوْسُهُ مَكْرُوهٌ كَرَاهَةً شَدِيدَةً بَلْ مُجَرَّدُ إلْقَائِهِ فِي الْأَرْضِ مِنْ غَيْرِ دَوْسٍ مَكْرُوهٌ لِحَدِيثٍ وَرَدَ فِيهِ ا هـ .وَصُورَةُ السُّؤَالِ وَالْجَوَابِ فِي حَوَاشِي التُّحْفَةِ لِابْنِ قَاسِمِ .

بغية المسترشدين - (ج 1 / ص 194)
فائدة : قال زي : وقد عمت البلوى بما يشاهد من اشتغال المشيعين بالحديث الدنيوي وربما أدّاهم إلى نحو الغيبة ، فالمختار إشغال أسماعهم بالذكر المؤدي إلى ترك الكلام أو تقليله ارتكاباً لأخف المفسدين اهـ.

نهاية الزين - (ج 1 / ص 153)
ويسن الإسراع بها إن أمن تغير الميت وإلا فيتأنى بها فإن خيف تغيرها بالتأني أيضا زيد في الإسراع ويسن لغير الذكر ما يستره كقبة  ويكره اللغط في الجنازة بل المستحب التفكر في الموت وما بعده  قال القليوبي ويكره رفع الصوت بالقرآن والذكر والصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم  قال المدابغي وهذا باعتبار ما كان في الصدر الأول  وأما الآن فلا بأس بذلك لأنه شعار للميت وتركه مزرأة ولو قيل بوجوبه لم يبعد اهـ  ويكره اتباعها بنار في مجمرة أو غيرها إلا لحاجة كبخور لدفع نتن أو فتيلة لرؤية دفنه ليلا فلا كراهة وفي كلام بعضهم يندب البخور عند الميت من وقت موته إلى تمام دفنه
  1. Apakah tradisi warga nahdliyin tidak bertentangan dengan hadist dibawah ini:
قال صلى الله عليه وسلم: اذا مات احدكم فلا تحبسوه واسرعوه الى قبره رواه الطبرنى وغيره.

Jawaban
Tidak, jikaada ghorod dan tidak dikuwatirkan berubah
Refrensi :
Nihayatuz Zain Hal: 153 Jus: 1
Fathul Bari – hbnu hajar hal: 184 jus: 3
At-tajul jamik lil`usul hal: 367 jus: 1
I`Anatut Tholibin Hal: 110  Jus: 2

نهاية الزين - (ج 1 / ص 153)
ويسن الإسراع بها إن أمن تغير الميت وإلا فيتأنى بها فإن خيف تغيرها بالتأني أيضا زيد في الإسراع ويسن لغير الذكر ما يستره كقبة  ويكره اللغط في الجنازة بل المستحب التفكر في الموت وما بعده  قال القليوبي ويكره رفع الصوت بالقرآن والذكر والصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم  قال المدابغي وهذا باعتبار ما كان في الصدر الأول  وأما الآن فلا بأس بذلك لأنه شعار للميت وتركه مزرأة ولو قيل بوجوبه لم يبعد اهـ  ويكره اتباعها بنار في مجمرة أو غيرها إلا لحاجة كبخور لدفع نتن أو فتيلة لرؤية دفنه ليلا فلا كراهة وفي كلام بعضهم يندب البخور عند الميت من وقت موته إلى تمام دفنه

فتح الباري - ابن حجر - (3 / 184)
ولا يخفى ما فيه وفيه استحباب المبادرة إلى دفن الميت لكن بعد أن يتحقق أنه مات أما مثل المطعون والمفلوج والمسبوت فينبغي أن لا يسرع بدفنهم حتى يمضي يوم وليلة ليتحقق موتهم نبه على ذلك بن بزيزة ويؤخذ من الحديث ترك صحبة أهل البطالة وغير الصالحين

التاج الجامع للاصول – (ج 1 / ص 367)
عن على رضى الله عنه عن النبى صلى الله عليه وسلم قال يا على ثلاث لا تأخرها الصلاة اذا اتت والجنازة اذا حضرت(2) والعين اذا وجدت لها كفؤ       ا (2) اى حضر ما يلزم لها فيحرم التأخير اذا خيف التغير ولابى داود : لا ينبغى لجيفة مسلم ان تحبس بين ظهرى اهله اما التأخير لحضور قرباه او اهل الفضل والصلاح فلا بأس به اذا امن التغير .

إعانة الطالبين - (ج 2 / ص 110)
( قوله ويبادر بغسله ) أي ندبا إن لم يخش من تأخير الغسل انفجار للميت وإلا فوجوبا كما هو ظاهر  وذلك لأمره صلى الله عليه وسلم بالتعجيل بالميت وعلله بأنه لا ينبغي لجيفة مؤمن أن تحبس بين ظهراني أهله  رواه أبو داود  اه  تحفة


ADAT JAWA



ADAT JAWA
Deskripsi masalah
Sudah menjadi hal yang lumrah, bila kehadiran buah hati adalah sesuatu yang sangat diharapkan oleh pasangan suami istri, sehingga ketika sang istri tercinta hamil mereka mengadakan acara-acara tertentu demi kebaikan sang buah hati, diantaranya: acara 3 bulanan (neloni; Jawa) 4 bulanan (ngupati:Jawa) dan 7 bulanan (mitoni: Jawa).
Pertanyaan
a.    Adakah dasar dalam syariat tentang hal-hal di atas (acara neloni,ngupati dan mitoni)?
Jawaban
Secara khusus tidak ditemukan dasar dalam syariat. Hanya saja, dalam fikih disampaikan bahwa apabila dalam kegiatan tersebut tidak terdapat hal-hal yang dilarang agama bahkan merupakan kebajikan seperti sodaqoh, qiro'atul qur'an dan sholawat kepada Nabi serta tidak meyakini bahwa penentuan waktu itu adalah sunnah, maka hukumnya diperbolehkan
Referensi :
& Qurrotul 'ain hal. 158
& Tafsir ibnu katsir juz 3 hal. 525
& Fatawy al fiqhiyyah al kubro juz 2 hal. 7
& I'anah al thalibin juz 3 hal. 414
& Bughyah al mustarsyidin hal. 74
قرة العين بفتاوى اسماعيل صـ 158
مكتبة البركة
سؤال: ما قولكم سيدى فى حكم وليمة الحمل ثم الذى يعتاده بعض أهل بلدنا فى تلك الوليمة أن الحامل يغسلها الحاضرات من النسوة المدعوَات حينما أردن أن ينصرفن من بيتها وهي جالسة وبين يديها نرجيل أصفر و بيض و غيرها مما يعتقدون أنه لابد أن يكون معها فيصبن رأسها ماء مخلوطا بشيء من حانوط أو نحوه  وبعضهم يكتفى بإطعام الطعام وقراءة ما تيسر من القرأن و الصلاة على خير الأنام  نسئلكم عن حكمها  مما تضمنته تلك الوليمة من الأمور المذكورة؟
الجواب: والله الموفق للصواب : أن وليمة الحمل المذكورة في السؤال ليست الولائم المشروعة فهي بدعة وقد تكون بدعة قبيحة لمَا يصحبها من العادة الذميمة كالأشياء التي ذكرت في السؤال وكل ذلك مذموم إلا ما ذكر آخرا من قول السائل وبعضهم يكتفين بقراءة القرأن ثم ينصرفن وأما عدا ذلك فكله من المنكرات والعادات القبيحة التي ينبغى التنبيه على قبحها ونصيحة متعاطيها فإن العوام إذا وجدوا ناصحا أمينا من أهل العلم يقصد بنصيحته إبتغاء وجه الله يلتقون نصيحته بالقبول وتقع منهم موقعا حسنا فيجب على أهل العلم معالجة مثل هذه الأمور بالموعظة الحسنة والنية الصالحة والأسالب النافعة للمسلمين. قال الله تعالى : وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ و قال الله تعالى : ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ والله سبحان الله وتعالى أعلم.
تفسير ابن كثير - جـ 3 صـ 525
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا فَلَمَّا تَغَشَّاهَا حَمَلَتْ حَمْلًا خَفِيفًا فَمَرَّتْ بِهِ فَلَمَّا أَثْقَلَتْ دَعَوَا اللَّهَ رَبَّهُمَا لَئِنْ آَتَيْتَنَا صَالِحًا لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ (189) فَلَمَّا آَتَاهُمَا صَالِحًا جَعَلَا لَهُ شُرَكَاءَ فِيمَا آَتَاهُمَا فَتَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ (190) وقال في هذه الآية الكريمة: { وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا } أي: ليألفها ويسكن بها، كما قال تعالى: { وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً } [الروم:21] فلا ألفة بين زَوْجين أعظم مما بين الزوجين؛ ولهذا ذكر تعالى أن الساحر ربما توصل بكيده إلى التفرقة بين المرء وزوجه.{ فَلَمَّا تَغَشَّاهَا } أي: وطئها { حَمَلَتْ حَمْلا خَفِيفًا } وذلك أول الحمل، لا تجد المرأة له ألما، إنما هي النُّطفة، ثم العَلَقة، ثم المُضغة. وقوله: { فَمَرَّتْ بِهِ } قال مجاهد: استمرت بحمله. وروي عن الحسن، وإبراهيم النَّخَعَي، والسُّدِّي، نحوه. وقال ميمون بن مهران: عن أبيه استخفته.وقال أيوب: سألت الحسن عن قوله: { فَمَرَّتْ بِهِ } قال: لو كنت رجلا عربيًا لعرفت ما هي. إنما هي: فاستمرت به. وقال قتادة: { فَمَرَّتْ بِهِ } واستبان حملها.وقال ابن جرير: [معناه] (1) استمرت بالماء، قامت به وقعدت. وقال العَوْفي، عن ابن عباس: استمرت به، فشكت: أحملت (2) أم لا.{ فَلَمَّا أَثْقَلَتْ } أي: صارت ذات ثقل (3) بحملها. وقال السدي: كبر الولد في بطنها. { دَعَوَا اللَّهَ رَبَّهُمَا لَئِنْ آتَيْتَنَا صَالِحًا } أي: بشرا سويا، كما قال الضحاك، عن ابن عباس: أشفقا أن يكون بهيمة. وكذلك (4) قال أبو البَخْتري وأبو مالك: أشفقا ألا يكون إنسانًا.وقال الحسن البصري: لئن آتيتنا غلامًا. { لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ . فَلَمَّا آتَاهُمَا صَالِحًا جَعَلا لَهُ شُرَكَاءَ فِيمَا آتَاهُمَا فَتَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ } ذكر المفسرون هاهنا آثارا وأحاديث سأوردها وأبين ما فيها، ثم نتبع ذلك بيان الصحيح في ذلك، إن شاء الله وبه الثقة
الفتاوى الفقهية الكبرى - (ج 2 / ص 7)
 وسئل أعاد الله علينا من بركاته عما يذبح من النعم ويحمل مع ملح خلف الميت إلى المقبرة ويتصدق به على الحفارين فقط وعما يعمل يوم ثالث موته من تهيئة أكل وإطعامه للفقراء وغيرهم وعما يعمل يوم السابع كذلك وعما يعمل يوم تمام الشهر من الكعك ويدار به على بيوت النساء اللاتي حضرن الجنازة ولم يقصدوا بذلك إلا مقتضى عادة أهل البلد حتى إن من لم يفعل ذلك صار ممقوتا عندهم خسيسا لا يعبئون به وهل إذا قصدوا بذلك العادة والتصدق في غير الأخيرة أو مجرد العادة ماذا يكون الحكم جواز وغيره وهل يوزع ما صرف على أنصباء الورثة عند قسمة التركة وإن لم يرض به بعضهم وعن المبيت عند أهل الميت إلى مضي شهر من موته لأن ذلك عندهم كالفرض ما حكمه فأجاب بقوله جميع ما يفعل مما ذكر في السؤال من البدع المذمومة لكن لا حرمة فيه إلا إن فعل شيء منه لنحو نائحة أو رثاء ومن قصد بفعل شيء منه دفع ألسنة الجهال وخوضهم في عرضه بسبب الترك يرجى أن يكتب له ثواب ذلك أخذا من أمره صلى الله عليه وسلم من أحدث في الصلاة بوضع يده على أنفه وعللوه بصون عرضه عن خوض الناس فيه لو انصرف على غير هذه الكيفية ولا يجوز أن يفعل شيء من ذلك من التركة حيث كان فيها محجور عليه مطلقا أو كانوا كلهم رشداء لكن لم يرض بعضهم بل من فعله من ماله لم يرجع به على غيره ومن فعله من التركة غرم حصة غيره الذي لم يأذن فيه إذنا صحيحا وإذا كان في المبيت عند أهل الميت تسلية لهم أو جبر لخواطرهم لم يكن به بأس لأنه من الصلات المحمودة التي رغب الشارع فيها والكلام في مبيت لا يتسبب عنه مكروه ولا محرم وإلا أعطي حكم ما ترتب عليه إذ للوسائل حكم المقاصد والله سبحانه وتعالى أعلم بالصواب
(فائدة) جرت العادة أن الناس إذا سمعوا ذكر وضعه () يقومون تعظيما له () وهذا القيام مستحسن لما فيه من تعظيم النبي ))، وقد فعل ذلك كثير من علماء الامة الذين يقتدى بهم. قال الحلبي في السيرة فقد حكى بعضهم أن الامام السبكي اجتمع عنده
إعانة الطالبين - (ج 3 / ص 414)
كثير من علماء عصره فأنشد منشده قول الصرصري في مدحه (): قليل لمدح المصطفى الخط بالذهب على ورق من خط أحسن من كتب وأن تنهض الاشراف عند سماعه قياما صفوفا أو جثيا على الركب فعند ذلك قام الامام السبكي وجميع من بالمجلس، فحصل أنس كبير في ذلك المجلس وعمل المولد. واجتماع الناس له كذلك مستحسن. قال الامام أبو شامة شيخ النووي: ومن أحسن ما ابتدع في زماننا ما يفعل كل عام في اليوم الموافق ليوم مولده () من الصدقات والمعروف، وإظهار الزينة والسرور، فإن ذلك - مع ما فيه من الاحسان للفقراء - مشعر بمحبة النبي () وتعظيمه في قلب فاعل ذلك وشكر الله تعالى على ما من به من إيجاد رسول الله () الذي أرسله رحمة للعالمين.
بغية المسترشدين صـ 74
(مسألة : ب) : تسنّ الصلاة على النبي بعد الإقامة كالأذان ولا تتعين لها صيغة ، وقد استنبط ابن حجر تصلية ستأتي في الجمعة قال : هي أفضل الكيفيات على الإطلاق ، فينبغي الإتيان بها بعدهما ، ثم اللهم رب هذه الدعوة التامة الخ. ونقل عن النووي واعتمده ابن زياد أنه يسنّ الإتيان بها قبل الإقامة ، وعن البكري سنها قبلهما ، وأما الترضي عن الصحابة فلم يرد بخصوصه هنا كبين تسليمات التراويح ، بل هو بدعة إن أتي به يقصد أنه سنة في هذا المحل بخصوصه ، لا إن أتي به بقصد كونه سنة من حيث العموم لإجماع المسلمين على سن الترضي عنهم ، ولعل الحكمة في الترضي عنهم وعن العلماء والصلحاء التنويه بعلو شأنهم والتنبيبه بعظم مقامهم.
Pertanyaan
b.    Jika tidak ada, bagaimana solusi menghadapi hal tersebut, mengingat sudah menjadi adat di masyarakat?
Jawaban
gugur
Catatan untuk Pertanyaan Sub A:
Dalam masalah penentuan waktu 4 bulan, 7 bulan sebagian ulama mengambil hikmah dari hadits shahih yang menjelaskan proses kejadian manusia selama berada dalam kandungan ibunya, 40 hari "alaqah", 40 hari "mughdhah", 40 hari "'idhama fahasamal 'idhama lahma", sama dengan 120 hari atau 4 bulan ditulislah: ajal, rizki, amal, dan beruntung atau celaka
Referensi :
& Dalil al Falihin juz 4 hal. 122-126 Qurrotul 'ain hal. 158

دليل الفالحين جـ 4 صـ 122-126
1396 ــــ (عن ابن مسعود رضي الله عنه قال: حدثنا رسول الله  ـ صلى الله عليه وسلم ـ  وهو الصادق) في أقواله وأفعاله وأحواله (المصدوق) فيما يأتيه من الوحي، والجملة اعتراضية لا حالية لتعم الأحوال كلها (أن أحدكم) أي الواحد منكم (يجمع) بالبناء للمفعول أي يقدر (خلقه) أي ما يخلق منه (في بطن أمه) صفة خلق أو حال منه: أي مادة خلقه الحاصلة أو حاصلة (أربعين يوماً) ظرف لمتعلق الظرف المحذوف (نطفة) وهي الماء القليل، والمراد هنا المنيّ لأنه ينطف: أي يسيل، ومعنى جمعه فيها: مكثه أربعين ليلة منتشراً في بشرة المرأة بعد أن انتشر تحت كل ظفر وشعر منها ثم ينزل منها دم في الرحم، فذلك جمعه وهو وقت كونه علقة، ولا ينتقل عن كونه منياً قبل الأربعين (ثم يكون) أي يصير خلقه (علقة) هي دم جامد، لأنها إذ ذاك تعلق بالرحم (مثل ذلك) بالنصب صفة علقة، وذلك إشارة إلى خلقه: أي علقة مماثلة لخلقه في أنهما يكونان أربعين يوماً (ثم يكون) أي يصير خلقه (مضغة) أي قطعة من اللحم قدر ما يمضغ (مثل ذلك) أي أربعين يوماً، وفيها يصورها الله تعالى ويجعل الأعضاء والسمع والبصر وغيرهما {هو الذي يصوّركم في الأرحام كيف يشاء} (آل عمران:6) (ثم) إذا تمت وصار ابن مائة وعشرين يوماً (يرسل) بالبناء للمفعول أي يرسل الله (الملك) في الطور الرابع، ولا مخالفة بين حديث الباب وحديث مسلم عن حذيفة بن أسيد مرفوعاً «إذا مر بالنطفة ثنتان وأربعون ليلة بعث الله ملكاً فصورها وخلق سمعها وبصرها وجلدها وعظامها ثم يقول: أذكر أم أنثى؟ فيقضي ربك ما شاء ثم يكتب أجله ورزقه» لأن لتصرف الملك أوقاتاً أحدها حين كونه نطفة ثم انقلابه علقة وهو أول علم الملك بأنه ولد وذلك عقب الأربعين الأولى، وحينئذٍ ربه يكتب رزقه وأجله وعمله وخلقته وصورته، ثم يتصرف فيه بتصويره وخلق أعضائه وذلك في الأربعين الثالثة، فيفرد بالتصوير بعد أن يكتب ذلك، ثم ينقله في وقت آخر لأن التصوير بعد الأربعين الأولى غير موجود عادة، أشار إليه المصنف في شرح مسلم، وقد استفاض بين النساء أن النطفة إذا قدرت ذكراً تتصور بعد الأربعين الأولى بحيث يشاهد منه كل شيء حتى السرّة فتحمل رواية ابن مسعود على البنات أو الغالب (فينفخ فيه) أي فينفخ الملك في ذلك المخلوق (الروح) بعد كمال الجسم وخلقه؛ وفيه دليل على حدوث الروح، والنفخ بالمعجمة والمهملة والنفث يستعملان بمعنًى، إلا أن الأولين يستعملان على طريق الخير والشرّ والثالث في الثاني فقط (ويؤمر) أي ذلك الملك عطف على ينفخ (بأربع كلمات) أي يؤمر بكتابة الأحكام المقدّرة له على جبهته أو بطن كفه أو ورقة تعلق بعنقه قاله مجاهد.Y واعلم أن الكتابة التي في أمّ الكتاب تعم الأشياء كلها وهذا ما خص به كل إنسان، إذ لكلٍ سابقة وهي ما في اللوح ولاحقة تكتب ليلة القدر ومتوسطة أشير إليها في الحديث (بكتب) بدل كل من قوله بأربع ويروى بالمضارع على الاستئناف (رزقه) ما ينتفع به حلالاً كان أو حراماً مأكولاً أو غيره (وأجله) أي مدة عمره أو الوقت الذي ينقرض فيه (وعمله) من صلاح وضده (وشقي أو سعيد) خبر لمبتدأ تقديره هو، وعدل إليه عن شقاوته وسعادته بحكاية صورة المكتوب، والتقدير: وأنه شقي أو سعيد، وكان العدول فيه لأن التفصيل الآتي وارد عليهما، ذكره الطيبي. والسعادة معاونة الأمور الإلهية للإنسان على نيل الخيرات وتقابلها الشقاوة. وقدمت ليعلم أنها كالخير من عند الله تعالى، وحول الإنسان أطواراً في بطن أمه والقدرة صالحة لخلقه جملة في لمحة لدفع المشقة عن الأم لأنها غير معتادة، فربما ظنته علة، فدرج في حال إلى آخر لتعتادها، ولإظهارها قدرة الله سبحانه ليعبدوه ويشكروه إذ قلبهم من أخس الأشياء ومستقذرها إلى أحسن صورة محلى بالعقل، ولإرشاد الناس إلى كمال قدرته تعالى على الحشر والنشر، إذ من قدر على خلق إنسان من ماء مهين ثم من علقة ثم من مضغة قادر على إعادته ونفخ الروح به ولغير ذلك.