menubar

MIS BAREGBEG "Membangun karakter bangsa yang inovatif, kreatif, dan kompetitif" - PPDB MIS BAREGBEG Tahun Pelajaran 2024/2025 Menerima Siswa/i Baru dan Pindahan - KLIK UNTUK MENDAFTAR
Tampilkan postingan dengan label Bab Nikah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bab Nikah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 08 Maret 2018

Pernikahan Antar Anak Suami & Isteri


Hasil Bahts Masail PWNU Jatim 1981 di PP.Asembagus Situbondo
Deskripsi Masalah:
Ada orang kawin setelah dukhul (bersetubuh) kemudian cerai (thalaq) dalam keadaan belum mempunyai anak. Kemudian zaujul muthalliq (suami yang pertama) kawin lagi dengan perempuan lain dan mempunyai anak laki-laki. Sedangkan zaujat muthallaqah (isteri) juga kawin lagi dengan laki-laki lain dan mempunyai anak perempuan. Kemudian anak laki-laki dari zaujul muthaliq kawin dengan anak perempuan dari zaujat muthallaqah.
Pertanyaan:

Apakah pernikahan itu sah atau tidak? dan apakah anak perempuan istri yang dithalaq itu tidak termasuk rabibah dari suami yang menalaq?
Jawaban:
Anak perempuan dari istri yang ditalaq termasuk rabibah(anak tiri) dari suami yang menalaq.
Dasar Pengambilan Hukum:
1. I’anatu al-Thalibbin, Juz III, Hlm. 292
(قَوْلُهُ: وَلاَ تَحْرُمُ بِنْتُ زَوْجِ اْلاُمِّ) أَيْ عَلَى ابْنِ الزَّوْجَةِ، وَهَذَا يُعْلَمُ مِنْ قَوْلِهِ وَكَذَا فَصْلُهَا، أَيِ الزَّوْجَةِ. وَمِثْلُهَا أُمُّ الزَّوْجِ فَلاَ تَحْرُمُ عَلَى ابْنِ زَوْجَتِهِ. (قَوْلُهُ: وَلاَ أُمُّ زَوْجَةِ اْلاَبِ) أَيْ وَلاَ تَحْرُمُ أُمُّ زَوْجَةِ أَبِيْهِ عَلَيْهِ وَهَذَا يُعْلَمُ مِنْ قَوْلِهِ تَحْرُمُ زَوْجَةُ أَصْلٍ، وَمِثْلُهَا بِنْتُ زَوْجَةِ أَبِيْهِ فَلاَ تَحْرُمُ عَلَيْهِ. (وَقَوْلُهُ: وَاْلاِبْنُ مَعْطُوْفٌ عَلَى اْلاَبِ) أَيْ وَلاَ يَحْرُمُ أُمُّ زَوْجَةِ ابْنِهِ، وَمِثْلُهَا بِنْتُ زَوْجَةِ ابْنِهِ. وَهَذَا يُعْلَمُ مِنْ قَوْلِهِ وَزَوْجَةُ فَصْلٍ. (وَالْحَاصِلُ) لاَ تَحْرُمُ بِنْتُ زَوْجِ اْلاُمِّ وَلاَ أُمُّهُ وَلاَ بِنْتُ زَوْجِ اْلبِنْتِ وَلاَ أُمُّهُ وَلاَ أُمُّ زَوْجَةِ اْلاَبِ وَلاَ بِنْتُهَا وَلاَ أُمُّ زَوْجَةِ اْلاِبْنِ وَلاَ بِنْتُهَا وَلاَ زَوْجَةُ الرَّبِيْبِ وَلاَ زَوْجَةُ الرَّابِّ وَهُوَ زَوْجُ اْلاُمِّ ِلاَنَّهُ يُرَبِّيْهِ غَالِبًا
"Tidak haram dinikah anak perempuan suami ibu bagi anak istrinya (antara anak gawan suami istri) hal ini diketahui dari kata-kata pengarang: begitu juga memisahkan istri, begitu juga ibunya suami tidak haram bagi anak laki-laki istriya. (kata-kata dan tidak haram ibu dari isrtinya ayah) yakni tidak haram dinikah: yaitu ibu dari istrinya ayah bagi orang anaknya ayah. Hal ini diketahui dari kata-kata mushonif, haram istrinya orang tua, begitu juga haram istrinya ayahnya sendiri (ibu tiri) maka bagi anaknya ayah tidak haram …s/d … al-hasil: tidak haram dinikah anak perempuan dari suaminya ibu (anaknya ayah tiri) dan juga ibunya. Dan tidak haram dinikah anak perempuan suaminya anak perempuan, dan ibunya, dan juga ibu dari istrinya ayah, dan anak perempuannya. Dan juga tidak haram ibu dari istri anak laki-laki dan anak perempuannya dan juga tidak haram istri anak angkat dan istri dari majikan meskipun dia suaminya ibu, karena dia yang meramutnya secara umum".

Pernikahan Dibawah Tangan

Hasil Bahts Masail Musykerwil PWNU Jatim 2009 di Balai Diklat Kemenag Surabaya
Deskripsi
Perkawinan yang tidak dicatatkan oleh pegawai pencatat nikah sesuai pasal 2 ayat (2) UU No.1/1974 jo pasal 10 ayat (3) PP No.9/1975 sangat mungkin diwarnai oleh = (a) Usia pasangan kawin ialah seorang berada di bawah standar umur kawin (19 Pa/16 Pi); (b) Suami telah memiliki istri dalam status perkawinan, bila ingin poligami; (c) Tidak melibatkan wali nikah yang sebenarnya (kawin lari/kawin sirri); (d) Berbeda agama yang dianut; (e) Masih terikat hukum keistrian; (f) Masih terikat masa Iddah; (g) Alasan lain yang seharusnya dicegah untuk melangsungkan perkawinan (vide: pasal 20 UU No.1/1974).
Khusus terkait perkawinan di bawah umur atau poligami tanpa didukung ijin istri dihadapan pengadilan, memiliki dasar pembenaran menurut syari’at, dalam arti sah menurut hukum agama Islam. Tetapi cara kawin di bawah tangan dilaksanakan, pihak yang dirugikan bisa menuntut pembatalan nikah, mereka yang memprakarsai dianggap “melanggar hukum” dengan ancaman pidana kurungan, denda dan hukuman jabatan. Lebih dari itu, orang tua bisa dituduh melakukan kekerasan pada anak atau tindak kekerasan dalam rumah tangga. Pendukung hukum positif berpegang pada syarat “tautsiq” yang diimplikasikan oleh penegasan QS.al-Nisa’21: .... واخذن منكم ميثاقا غليظا
Pertanyaan:
a. Wajarkah perbuatan melangsungkan nikah di bawah umur, atau poligami tanpa izin istri yang ada, yang menurut pandangan syari’at Islam tidak tergolong perbuatan munkar, dapat menjadi dasar hukum untuk membatalkan perkawinan ?
b. Etiskah orang tua dan pihak lain yang mendukung pelaksanaan nikah sesuai norma syariat -karena diduga melanggar UU/PP- dikenakan sanksi pidana ?
c. Merujuk pasal 2 ayat (1) UUNo.1/1974 terbentuk koridor hukum “tidak ada perkawinan diluar hukum masing-masing agama”, seharusnya perkawinan dibawah umur dan poligami tanpa izin istri yang ada karena dibenarkan oleh hukum Islam harus ditolelir pelaksanaannya. Apakah penbatalan nikah pada kasus tersebut punya nilai legitimate menurut hukum Islam?
Jawaban a:
Pernikahan di bawah umur tidak dapat dijadikan dasar pembatalan nikah sebab di dalam Islam tidak dikenal batas minimal usia nikah, hanya saja ketika mempelai wanita tersebut masih kanak-kanak, maka suami wajib menunda berhubungan badan sampai sekira si istri mampu berhubungan badan.
Dasar keputusan:
شرح النووى على مسلم ج 5 ص 128
باب جواز تزويج الأب البكر الصغيرة
فيه حديث عائشة رضي الله تعالى عنها قالت: (تزوجني رسول الله صلى الله عليه وسلّم لست سنين وبني بي وأنا بنت تسع سنين) وفي رواية: (تزوجها وهي بنت سبع سنين) هذا صريح في جواز تزويج الأب الصغيرة بغير إذنها لأنه لا إذن لها، والجد كالأب عندنا، وقد سبق في الباب الماضي بسط الاختلاف في اشتراط الولي، وأجمع المسلمون على جواز تزويجه بنته البكر الصغيرة لهذا الحديث، وإذا بلغت فلا خيار لها في فسخه عند مالك والشافعي وسائر فقهاء الحجاز، وقال أهل العراق: لها الخيار إذا بلغت، أما غير الأب والجد من الأولياء فلا يجوز أن يزوجها عند الشافعي والثوري ومالك وابن أبي ليلى وأحمد وأبي ثور وأبي عبيد والجمهور قالوا: فإن زوجها لم يصح.
عون المعبود شرح سنن أبى داود ج 6 ص 158
باب في تزويج الصغار
)قال سليمان أو ست): يعني قال سليمان في روايته وأنا بنت سبع أو ست بالشك. واعلم أنه وقع في رواية لمسلم تزوجني وأنا بنت سبع وفي أكثر رواياته بنت ست. قال النووي: فالجمع بينهما أنه كان لها ست وكسر، ففي رواية اقتصرت على السنين، وفي رواية عدت السنة التي دخلت فيها والله أعلم انتهى. والحديث يدل على أنه يجوز للأب أن يزوج بنته الصغيرة. قال النووي: أجمع المسلمون على جواز تزويجه بنته البكر الصغيرة لهذا الحديث وإذا بلغت فلا خيار لها في فسخه عند مالك والشافعي وسائر فقهاء الحجاز. وقال أهل العراق: لها الخيار إذا بلغت، وأما غير الأب والجد فلا يجوز أن يزوجها عند الشافعي والثوري ومالك وابن أبي ليلى وأحمد وأبي ثور وأبي عبيد والجمهور. قالوا: فإن زوجها لم يصح. وقال الأوزاعي وأبو حنيفة وآخرون من السلف: يجوز لجميع الأولياء ويصح، ولها الخيار إذا بلغت إلا أبا يوسف فقال: لا خيار لها انتهى. قال المنذري: وأخرجه البخاري ومسلم والنسائي وابن ماجه.
عمدة القارى ج 20 ص 77
وقال ابن بطال: أجمع العلماء أنه يجوز للآباء تزويج الصغار من بناتهم وإن كن في المهد، إلاَّ أنه لا يجوز لأزواجهن البناء بهن إلاَّ إذا صلحن للوطء واحتملن الرجال ، وأحوالهن في ذلك مختلف في قدر خلقهن وطاقتهن
Jawaban b:
Orang tua tidak dapat dikenai sanksi, karena perbuatan mereka tidak tergolong pelanggaran hukum syariat.
Jawaban c:
Poligami tanpa seizin istri, pelakunya tidak sewajarnya mendapatkan sanksi hukum dengan catatan dia dapat berlaku adil kepada semua isterinya.
Dasar Keputusan:
النساء 3
فَٱنكِحُوا مَا طَابَ لَكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ مَثْنَىٰ وَثُلَـٰثَ وَرُبَـٰعَۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أن لا تَعْدِلُوا فَوَٰحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَـٰنُكُمْۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰۤ أن لا تَعُولُوا
النساء 34
ٱلرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَٰلِهِمْۚ فَٱلصَّـٰلِحَـٰتُ قَـٰنِتَـٰتٌ حَـٰفِظَـٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُۚ وَٱلَّـٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهْجُرُوهُنَّ فِى ٱلْمَضَاجِعِ وَٱضْرِبُوهُنَّۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَڈ تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلااۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
الإقناع ج 2 ص 228
(ويجوز للحر أن يجمع) في نكاح (بين أربع حرائر) فقط لقوله تعالى: {فانكحُوا ما طابَ لكم من النساءِ مثنَى وثلاثَ ورباع} لقوله لغيلان وقد أسلم وتحته عشر نسوة: «أَمْسِكْ أَرْبَعاً وَفَارِقْ سَائِرَهُنَّ» وإذا امتنع في الدوام ففي الابتداء أولى.
بغية المسترشدين ج 1 ص 215
فائدة: قال (ق ل): الحقوق الواجبة للزوج على زوجته أربعة: طاعته، ومعاشرته بالمعروف، وتسليمها نفسها إليه، وملازمة المسكن، والواجبة لها عليه أربعة أيضاً: معاشرتها بالمعروف، ومؤنها، والمهر، والقسم. اهـ.

Duduk dipelaminan bagi pasutri

  1. Deskripsi Masalah
Sebagai manusia yang sempurna, suasana menempuh hidup baru meninggalkan masa puber adalah hal yang selalu ada dalam angan-angan, hal itu juga tergugah karena islam yang menganjurkan pernikahan bahkan komplit dengan resepsinya. Akan tetapi praktek yang sebenarnya, dalam resepsi ini masih banyak sekali khalayak umum yang masih remeng-remeng dalam tata cara yang sebenarnya versi islam. Sehingga, pelaksanaanya-pun berbeda-beda sesuai dengan budaya di daerah  masing-masing. Salah satu tradisi itu adalah dua mempelai duduk di kursi pelaminan yang megah dan di pertontonkan pada semua undangan yang hadir. Bahkan sebagian dari undangan berpose ria dengan dua mempelai di kursi pelaminan untuk di jadikan kenang-kenangan atau cuma sekadar iseng.

Pertanyaan
  1. Bagaimana hukum duduk di pelaminan seperti kejadian di atas versi islam?
  2.  Bolehkah berfoto dengan dua mempelai apabila lain jenis dan bukan mahram?
  3. Dan wajibkah bagi undangan menghadirinya?

(Sail: PP. Al-Is`af Kalabaan Guluk-Guluk Sumenep)
Jawaban
  1. Duduk dipelaminan sebagaimana dalam diskripsi adalah Haram, karena terdapat beberapa hal yang munkar
  2. Berfoto dengan kedua mempelai hukumnya tidak boleh dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1.        Melihat ajnabiyat
2.        mempelai perempuan bertabarruj
3.        berhias didepan laki-laki bukan mahram
4.        ikhtilat
  1. Menghadiri undangan walimah seperti dalam deskripsi tidak wajib karena banyak terdapat kemunkaran.
اسعاد الرفيق (ج 2/ص65)
وكذا من معاصي العين (نظرهن) اي النساء (اليهم) اي الى شيئ من بدن احد من الرجال الاجانب كذلك في الاصح
اسعاد الرفيق 2/ 136
من اقبح المحرمات واشد المحظورات اختلاط الرجال بالنساء فى المجموعات لما يترتب على ذلك من المفاسد والفتن القبيحة – الى ان قال – فات خيفت فتنة بنحو سماع صوت فهو من المنكرات التى يجب النهي عنها على ولاة الامر ويحسن من غيرهم اذا خاف على نفسه ان لا يحضرهم لقوله صلى الله عليه وسلم لما وصف الفتنة وعليك بخاصة نفسك ودع عنك امر العامةز وقال فى الزواجر وهو من الكبائر لتصريح هذه الاحاديث وينبغى حمله ليوافق قواعدنا على ما اذا تحققت الفتنة اما مجرد خشيتها فانما هو مكروه ومع ظنها حرام غير كبيرة كما هو ظاهر. – الى ان قال – والمراد بالفتنة الزنا ومقدماته كخلوة واستمتاع وقبلة ونحو ذلك.
اسعادالرفيق 2 / 136
ومنها خروج المرأة من بيتها متعطرة او متزينة ولو كانت مستورة وكان خروجها بإذن زوجها اذا كانت تمر فى طريقها على رجال اجانب عنها – الى ان قال – قال فى الزواجر وهو من الكبائر لصريح هذه الاحاديث وينبغى حمله ليوافق قواعدنا على ما اذا تحققت الفتنة اما مع مجرد خشيتها فانما هو مكروه ومع ظنها حرام غير كبيرة كما هو ظاهر.

إعانة الطالبين - (ج 1 / ص 313)
ومنه الوقوف ليلة عرفة أو المشعر الحرام، والاجتماع ليالي الختوم آخر رمضان، ونصب المنابر والخطب عليها، فيكره ما لم يكن فيه اختلاط الرجال بالنساء بأن تتضام أجسامهم.فإنه حرام وفسق.
كفاية الأخيار في حل غاية الإختصار - (ج 2 / ص 70
الخامس أن لا يكون هناك منكر كشرب الخمر، والملاهي من زمر وغيره، فإن كان نظر إن كان ممن إذا حضر رفع المنكر فليحضر إجابة للدعوة وإزالة للمنكر وإلا حرم عليه الحضور لأنه كالراضي بالمنكر وإقراره، وفي وجه يجوز له الحضور، فلا يسمع وينكر بقلبه كما لو كان في جواره منكر يضرب فلا يلزمه التحول ن وإذا بلغه الصوت قال النووي: هذا الوجه غلط، وهو خطأ ولا يغتر بجلالة صاحب التنبيه ونحوه ممن ذكره والله أعلم. فعلى الصحيح لو لم يعلم بالمنكر حتى حضر نهاهم، فإن لم ينتهوا فليخرج فإن قعد حرم عليه القعود على الصحيح، فإن تعذر عليه الخروج بأن كان في ليل وهو يخاف من الخروج قعد وهو كارهه ولا يستمع، فإن استمع فهو عاص

Jumat, 23 Februari 2018

Nikah orang gila

Nikah orang gila
Dalam kitab fiqh bahwa boleh mengawinkan orang gila dengan syarat yang telah di tentukan. Karena itu ada wali majnun mengawinkan anaknya (laki-laki) dengan seorang wanita dengan kerelaan aib yang terdapat pada calon suaminya. Setelah bertahun-tahun ternyata kegilaan nya bertambah parah, akhirnya sang wali ingin memisahkan suami istri tersebut. Dan hal itu di setujui oleh pihak istri dan wali nya.
Pertanyaan
a.     Dengan jalan apakah dapat terpisahkan kedua suami istri tersebut? (Tolak/Fasah)
b.     Dan apa syarat-syaratnya?
LP. Darumafatihil Ulum
Jawaban
a.       Khilaf: menurut imam Syafi’i tidak ada jalan baik melalui fasakh atau tholaq sedangkan menurut Ibnu Arafah (Malikiyah) wali boleh mentalaq dengan alasan untuk kemaslahatan
& موسوعة الفقهية ج 19 ص 249
خلع الولي :20 - يجوز عند المالكية لولي غير المكلف من صبي أو مجنون أن يخالع عنهما ، سواء أكان الولي أبا للزوج أم وصيا أم حاكما أم مقاما من جهته ، إذا كان الخلع منه لمصلحة ، ولا يجوز لولي الصبي والمجنون عند مالك وابن القاسم أن يطلق عليهما بلا عوض ، ونقل ابن عرفة عن اللخمي جوازه لمصلحة ، إذ قد يكون في بقاء العصمة فساد لأمر ظهر أو حدث
& الشرقاوى ص 244
ومحل ثبوت الخيار بالعيوب المذكورة ان لم يوجد علم بها والا فلا خيار للعالم ولا فرق فى ثبوت الخيار بها لاحد الزوجين بين ان تكون مقارنة للعقد او حادثة بعده قبل الدخول او بعده
& الموسوعات ج 29 ص 70
اختلف الفقهاء في الشروط المثبتة للتفريق للعيب على مذهبين ، وفق ما يلي : أولا : ذهب الجمهور إلى أن التفريق بالعيب يشترط فيه ما يلي :95 - أ - عدم الرضا بالعيب قبل الدخول أو بعده ، في العقد أو بعده ، صراحة أو دلالة ، فإن رضي السليم من الزوجين ، كأن يقول : رضيت بعيب الآخر ، أو يطأها ، أو تمكنه من الوطء . فإنه لا خيار لهؤلاء في الفسخ بعد ذلك .هذا مذهب الحنابلة ، والشافعية يوافقونهم فيه إلا في مسألة العنين ، فإن زوجته إذا رضيت بعنته بعد الدخول فلا خيار لها عندهم خلافا للحنابلة .-الى ان قال- وهل يعد الرضا بالعيب قبل النكاح مسقطا للخيار ، كما لو أخبرها بعنته فرضيت بذلك صراحة أو دلالة ؟ الجمهور على أن ذلك مسقط للخيار ، وقال الشافعي في الجديد كذلك ، إلا في العنين ، فإنه قال : يؤجل ؛ لأنه قد يكون عنينا في نكاح دون نكاح ، ثم إن عجزه عن وطء امرأة ليس دليلا على عجزه عن وطء غيرها .
& روضة الطالبين ج 6 ص 170
فرع أولياء المرأة ليس لهم خيار الفسخ بعيب حدث به وأما المقارن فإن كان جباً أو تعنينا فلا خيار لهم على الصحيح وإن كان جنونا فلهم الخيار وإن رضيت هي وكذا إن كان جذاماً أو برصا على الأصح ونقل الحناطي في العيب الحادث وجها أن للأولياء إجبارها على الفسخ وهو شاذ ضعيف وعلى هذا التفصيل يخرج حكم ابتداء التزويج فإن دعت إلى تزويجها بمجبوب أو عنين فعليهم الإجابة على الصحيح فإن امتنعوا كانوا عاضلين وإن دعت إلى مجنون فلهم الإمتناع وكذا المجذوم والأبرص على الأصح.
b.      Ngekor

Ultimatum sang suami pada istri

  Ultimatum sang suami pada istri

Banyak macam problematika yang harus dihadapi sebuah rumah tangga, baik itu masalah budaya, Kultur, egoisme yang diinginkan oleh kedua pihak. Seperti contoh kasus di bawah ini yang terjadi pada pasangan pengantin baru, dimana sang suami menginginkan istrinya untuk mengikuti program KB dengan alasan supaya tidak punya anak dalam masa-masa dini. Sementara sang istri bersikeras untuk segera memomong bayi dan akhirnya pun sang istri tidak mengikuti anjuran suaminya sehingga dia harus menerima kenyataan atas kehamilannya. Dengan kejadian ini sang suami mengultimatum sang istri “Dik, kalau kamu tidak ikut KB setelah anak ini lahir kamu akan saya Thalaq”.

Pertanyaan
  1. Bolehkah Kaum Hawa mengikuti program KB dengan alasan diatas?
  2. Terjadikah pena’likan tersebut?
  3. Bagaimana perspektif Fiqh menyikapi masalah istri yang tidak patuh pada suami dalam masalah di atas?
M2@ Al Khoziny Buduran
Jawaban
  1. Boleh
& حاشية الجمل على المنهج لشيخ الاسلام زكريا الانصارى (ج 9226)
ويحرم استعمال ما يقطع الحبل من أصله كما صرح به كثيرون وهو ظاهر ا هـ. وقول حج والذي يتجه إلخ لكن في شرح م ر في أمهات الأولاد خلافه وقوله : وأخذه في مبادئ التخلق قضيته أنه لا يحرم قبل ذلك وعموم كلامه الأول يخالفه وقوله : ويحرم ما يقطع الحبل من أصله أما ما يبطئ الحبل مدة ولا يقطعه من أصله فلا يحرم كما هو ظاهر بل إن كان لعذر كتربية ولد لم يكره أيضا ، وإلا كره .ا هـ ع ش عليه. ( قوله : وبخلاف العلقة إلخ ) هذا يفيد أن العلقة لا يمكن أن تعلم للقوابل أنها أصل آدمي.
& حاشية الجمل على المنهج لشيخ الاسلام زكريا الانصارى (ج 9226)
( فرع ) . اختلفوا في التسبب لإسقاط ما لم يصل لحد نفخ الروح فيه وهو مائة وعشرون يوما ، والذي يتجه وفاقا لابن العماد وغيره الحرمة ولا يشكل عليه جواز العزل لوضوح الفرق بينهما بأن المني حال نزوله محض جماد لم يتهيأ للحياة بوجه بخلافه بعد استقراره في الرحم ، وأخذه في مبادئ التخلق ويعرف ذلك بالأمارات وفي حديث مسلم أنه يكون بعد اثنين ، وأربعين ليلة أي ابتداؤه كما مر في الرجعة ويحرم استعمال ما يقطع الحبل من أصله كما صرح به كثيرون وهو ظاهر ا هـ . وقول حج والذي يتجه إلخ لكن في شرح م ر في أمهات الأولاد خلافه وقوله : وأخذه في مبادئ التخلق قضيته أنه لا يحرم قبل ذلك وعموم كلامه الأول يخالفه وقوله : ويحرم ما يقطع الحبل من أصله أما ما يبطئ الحبل مدة ولا يقطعه من أصله فلا يحرم كما هو ظاهر بل إن كان لعذر كتربية ولد لم يكره أيضا ، وإلا كره .
& الفقه الاسلامى (ج 7336)
وعلى الزوجة طاعة زوجها إذا دعاها إلى الفراش، ولو كانت على التنور أو على ظهر قتَب، كما رواه أحمد وغيره، ما لم يشغلها عن الفرائض، أو يضرها؛ لأن الضرر ونحوه ليس من المعاشرة بالمعروف. ووجوب طاعتها له لقوله تعالى: (ولهن مثل الذي عليهن بالمعروف)-الى ان قال- ومن الطاعة: القرار في البيت متى قبضت معجل مهرها وهو تفرغها لشؤون الزوجية والبيت ورعاية الأولاد في الصغر والكبر، فليس للزوجة الخروج من المنزل ولو إلى الحج إلا بإذن زوجها، فله منعها من الخروج إلى المساجد وغيرها، لما روى ابن عمر رضي الله عنه قال: رأيت امرأة أتت إلى النبي صلّى الله عليه وسلم ، وقالت: «يارسول الله ، ما حق الزوج على زوجته؟ قال: حقه عليها ألا تخرج من بيتها إلا بإذنه، فإن فعلت، لعنها الله وملائكة الرحمة، وملائكة الغضب حتى تتوب أو ترجع، قالت: يا رسول الله ، وإن كان لها ظالماً؟ قال: وإن كان لها ظالماً» (1) ولأن حق الزوج واجب، فلا يجوز تركه بما ليس بواجب.
  1. Tidak terjadi talaq, karena perkataan tersebut hanya merupakan ancaman (وعيد) dan tidak sampai pada ta’liq
& الفقه الاسلامى وادلته (ج 9419-420)
شروط التعليق :يشترط لصحة التعليق ما يأتي:
1ً - أن يكون الشرط المعلق عليه الطلاق معدوماً على خطر الوجود، أي يحتمل أن يكون وألا يكون. فلو كان موجوداً كان طلاقها منجزاً، مثل إن خرجت أمس فأنت طالق، وقد خرجت فعلاً فتطلق في الحال. وإن كان المعلق عليه أمراً مستحيلاً عادة كالطيران وصعود السماء، مثل إن صعدت السماء فأنت طالق، ومنه التعليق بمشيئة الله تعالى، كأن يقول: أنت طالق إن شاء الله تعالى – الى ان قال-2 أن يحصل المعلق عليه والمرأة محل لوقوع الطلاق عليها: بأن تكون في حال الزوجية فعلاً، أو حكماً في أثناء العدة باتفاق الفقهاء، أو في أثناء العدة من الطلاق البائن بينونة صغرى عند الحنفية، خلافاً لباقي المذاهب
& بغية المسترشدين (ص 219)
(مسألة): قال لها: أبرئيني وأطلقك، أو إذا أبرأتني أطلق فأبرأته صحت البراءة ولا يلزمه الطلاق، وإن قالت: إنما أبرأته بظن أن يطلق على المعتمد
& في أحكام مسائل الطلاق ص : 58-60
والثاني عمن قال لزوجته يوم يموت ولدك تكني طالقا ثلاثا فمات باليل فهل يقع غليه الطلاق أم لا. فأجاب : بأنه لا يقع عليه الطلاق المذكور إلا أن أراد باليوم الوقت به عنه. والثالث عمن قال لولده إن قيلت في بيتي تكني أمك القا فقال بعض اليوم فهل يحنث وهل يشترط أن يقيل أكثر اليوم وما المراد بالقيلولة فأجاب قال النوري إلى آخر ما ذكره – إلى أن قال– وصرح إبن هشام الخضروي بأن دلالة الأفعال غلى زمان ليست لفظية بل هي من باب دلالة التضمن ودلالة التضمن والإلتزام لا يعتد بهما في الطلاق والآقارير ونحوهما بل هي لا يعتمد فيها إلا مدلول اللفظ من حيث الوضع والدلالة اللفظية تثبت ما قلناه من أن هذه الصغة ( وعد ) وهو مضارع لو دخل عليه حرف التنفيس لقيل سوف تكونين طالقا وهذه الصغة (وعد) بلا ثق فكذا عند تجرده من سوف ثم قال فإن نوى بذلك الأمر على حذف اللام أي لتكوني فهو إنشاء بلا شك إلخ فهو مصرح بوقوع الطلاق بذلك عند تعليق إذا وجد المعلق عليه أو عند نيته الطلاق أو نيته الأمر وأنه إذا خلا اللفظ عن ذلك كان وعدا. قلت : وهذه هي الحالة التي أفتى بهل شيخ الإسلام بعدم وقوع الطلاق فإن سئل عن قول القائل لزوجته تكونين طالقا مع عدم التعليق وعدم نية الطلاق فأجاب بما نصه لا تطلق بالصغة المذكورة لا في الحال ولا في المآل . أهـ
  1. Tidak boleh membangkang suami karena KB dengan alasan untuk pengaturan anak hukumnya diperbolehkan maka istri wajib taat
& فتاوى الاوزهر (ج 1345)
ثم قال الغزالى إنه لصحيح عندنا - يعنى مذهب الشافعى - أن ذلك مباح ويكاد فقهاء المذاهب يتفقون على أن العزل - أى محاولة منع التقاء منى الزوج ببويضة الزوجة - مباح فى حالة اتفاق الزوجين على ذلك - ولا يجوز لأحدهما دون موافقة الآخر والدليل على هذه الاباحة ما جاء فى كتب السنة من أن الصحابة رضوان الله عليهم كانوا يعزلون عن نسائهم وجواريهم فى عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم . وإن ذلك بلغه ولم ينه عنه . وإذ كان ذلك كانت اباحة العزل الذى كان معمولا به وجائزا فى عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم كما جاء فى كتب السنة . ولكن ذلك مشروط بموافقة الزوجين على ذلك ولا يجوز لأحدهما دون موافقة الآخر ، أما إذا قصد منه منع الحمل فإن ذلك يتنافى مع دعوة الإسلام ومقاصده فى المحافظة على النسل إلى ما شاء الله وبما أن العزل فى حادثة السؤال قد تم بدون رضاء الزوجة فلا يحل لزوجها هذا العزل ويعد آثما بذلك ولا يجوز إلا بموافقة زوجته على ذلك أى فى حالة الاتفاق فقط كما ذكرنا ومن هذا يعلم الجواب عن السؤال والله سبحانه وتعالى أعلم
& البجيرمى على الخطيب ج 4254)
ويحصل ايضا بمنعها الزوج من الاستمتاع ولو غير الجماع – الى ان قال- فله إجبارها كالمسلمة على غسل من حدث أكبر كحيض وجنابة ، ويغتفر عدم النية منها للضرورة كما في المسلمة المجنونة ، وعلى تنظيف بغسل وسخ من نجس ونحوه وباستحداد ونحوه ، وعلى ترك تناول خبيث كخنزير وبصل ومسكر لتوقف التمتع أو كماله على ذلك ا هـ.-الى ان قال- قال ابن حجر : وغسل نجاسة ملبوس ظهر ريحها أو لونها واستعمال دواء يمنع الحبل وإلقاء أو إفساد نطفة استقرت في الرحم لحرمته ولو قبل تخلقها على الأوجه ، وعلى فعل ما اعتاده منها حال التمتع مما تدعو إليه ويرغب فيه أخذا من جعلهم إعراضها وعبوسها بعد لطفها وطلاقة وجهها أمارة نشوز
& (الفقه الإسلامي وأدلته - (ج 9 / ص 318)
وعلى الزوجة طاعة زوجها إذا دعاها إلى الفراش، ولو كانت على التنور أو على ظهر قتَب، كما رواه أحمد وغيره، ما لم يشغلها عن الفرائض، أو يضرها؛ لأن الضرر ونحوه ليس من المعاشرة بالمعروف. ووجوب طاعتها له لقوله تعالى: {ولهن مثل الذي عليهن بالمعروف} [البقرة:228/2]، وقوله صلّى الله عليه وسلم : «لو كنت آمراً أحداً أن يسجد لأحد، لأمرت المرأة أن تسجد لزوجها» (1) وقوله «أيما امرأة ماتت، وزوجها راض عنها، دخلت الجنة» (2) وقوله: «إذا دعا الرجل امرأته إلى فراشه، فأبت أن تجيء، فبات غضبان عليها، لعنتها الملائكة، حتى تصبح» (3) . ومن الطاعة: القرار في البيت متى قبضت معجل مهرها وهو تفرغها لشؤون الزوجية والبيت ورعاية الأولاد في الصغر والكبر، فليس للزوجة الخروج من المنزل ولو إلى الحج إلا بإذن زوجها، فله منعها من الخروج إلى المساجد وغيرها، لما روى ابن عمر رضي الله عنه قال: رأيت امرأة أتت إلى النبي صلّى الله عليه وسلم ، وقالت: «يارسول الله ، ما حق الزوج على زوجته؟ قال: حقه عليها ألا تخرج من بيتها إلا بإذنه، فإن فعلت، لعنها الله وملائكة الرحمة، وملائكة الغضب حتى تتوب أو ترجع، قالت: يا رسول الله ، وإن كان لها ظالماً؟ قال: وإن كان لها ظالماً»  ولأن حق الزوج واجب، فلا يجوز تركه بما ليس بواجب
& فتاوى الأزهر - (ج 2 / ص 317)
(تنظيم النسل بقانون غير جائز) (المفتي) جاد الحق على جاد الحق .ربيع الأول 1399 هجرية - 11 فبراير 1979 م
(المبادئ)-1 جواز تنظيم النسل أمر لا تأباه نصوص السنة الشريفة، قياسا على جواز العزل فى عهد الرسول صلوات الله عليه.2 - يباح استعمال الوسائل الحديثة لمنع الحمل مؤقتا، أو تأخيره مدة .كاستعمال أقراص منع الحمل، أو استعمال اللولب أو غير هذا من الوسائل التى يبقى معها الزوجان صالحين للإنجاب .3 - لا يصلح القانون أداة لتنظيم النسل، لأن الإرادة لا يتحكم فيها القانون .ولكل فرد ظروفه التى يقدرها، وعليه أن يحسن التقدير .4 - لا تعارض بين الدعوة إلى تنظيم النسل والتوكل على الله، فمنع الحمل مؤقتا لا يعدو أن يكون أخذا فى الأسباب مع التوكل على الله .شأن المسلم فى كل أعماله . 5 - يحرم التعقيم لأى واحد من الزوجين أو كليهما .إذا كان يترتب عليه عدم الصلاحية للإنجاب مستقبلا بدواء أو بجراحة إلا لضرورة .6- الإجهاض بمعنى إسقاط الحمل بعد بلوغ سنه أربعة أشهر رحمية حرام وغير جائز شرعا إلا لضرورة، أما قبل ذلك فالحكم دائر بين الإباحة والكراهة والتحريم
& فتاوى الأزهر - (ج 2 / ص 160)
1- طاعة الزوجة لزوجها واجبة بل هى أوجب من طاعتها لوالديها كما تدل على ذلك النصوص الشرعية .
2- إذا أمر الزوج زوجته بما نهى اللّه عنه فلا تجب عليها طاعته لأنه لا يغنى عنها من اللّه شيئا وعليها أن تتحمل أذاه وتصبر على ذلك فى سبيل رضاء اللّه حتى يعود إلى ما أمر به اللّه سبحانه وتعالى

Selasa, 20 Februari 2018

Mewakilkan Walimah



  Sering kita jumpai didalam masyarakat banyak orang mewakilkan undangan atau walimahan kepada anak atau saudaranya dikarenakan suatu hal lain.

Pertanyaan :
a.    Bagaiman hukumnya mewakilkan tahlilan atau walimahan tersebut ?
b.    Dan kalau mendapatkan Takir, siapa yang berhak memilikinya?.
(PP. Mahir Arriyadl Ringinagung Pare Kediri)

Jawaban a :
Hukum mewakilkan tidak boleh, adapun mewakilkan undangan tahlil juga tidak boleh menurut Qoul yang mengatakan acara tahlil termasuk walimah.

Referensi :
1.      Al Bajuri juz II  Hal. 125.
2.      Fatawa Isma’iliyyah Hal. 5.

1-وفى الباجورى للشيخ ابرهيم الباجورى ما نصه :
{على كل دعوة} أى طلب وقوله لحادث سرور –الى أن قال – والسرور ما يسر الإنسان وخرج به ما يتخذ للحزن كالمصيبة وبعضهم جعل التعبير بالسرور جريا على الغالب -وعد ما يفعل للمصيبة-  من أفراد الوليمة كوضيمة الميت .

2-وفىقرة العين فتاوى الشيخ إسماعيل عثمان الزين ما نصه :
فقد ورد علي سؤال من بعض الطلبة الإندونيسيين نصه : هل يجوز التوكيل فى إجابة الوليمة عرسا كان أو غيره معذورا كان المدعو أو لا ؟
فأقول اعلم ايها السائل أن إجابة الوليمة فرض عين ان كانت عرسا وسنة عين ان كانت غير ذلك وانما تجب الإجابة أو تندب اذا لم يكن عذر فإن كان هناك عذر سقط الوجوب فى وليمة العرس وانتفى الندب فى غيرها وحيث علم أنها فرض عين أو سنة عين فلا تقبل النيابة أصلا لوجوه كثيرة .
 
Jawaban b :
Tafsil :
a.       Bila shohibul hajah (Da’i) menjelaskan bahwa takir tersebut milik muwakkil, maka takir tersebut sebagai amanat yang harus disampaikan kepada Muwakkil.
b.      Apabila da’i rela atas datangnya wakil dan menganggap undangan tersendiri, maka takir tersebut milik wakil.

Referensi : 1. Fatawa Isma’iliyyah hal. 6

1-وفىقرة العين فتاوى الشيخ إسماعيل عثمان الزين ما نصه :
وحكم هذا أن الداعي إن أعطى الهدية للذى حضر يزعم أنه وكيل وصار حاله بأنها للذى وكله فى ما يزعم فهي فى يده أمانة يجب عليه ايصالها الى من هي له . وان لم يصرح له بذلك ولا دلت عليه قرينة فالأمر حينئذ يجرى على أحد الحالين السابقين فإن كان الداعى رضي بحضوره واعتبر مدعوا مستقلا أصيلا غير وكيل فهي له يملكها كغيره من الحاضرين وان لم يكن الداعى رضيه مدعوا مستقلا فهو طفيلي كما سبق ولا يملك الهدية المذكورة بل يجب عليه ردها للداعى . وإذا تلفت ضمنها لأن يده عليها يد ضمان وإن كان كل من الداعى والمدعو والحاضر يظنون أن التوكيل جائز إذ لا عبرة بالظن البين خطؤه .